It’s Okay Not to be Okay, Drama Korea Tentang Kesehatan Mental yang Dikemas Secara Apik

It’s Okay Not to be Okay
Sumber :
  • twitter

Olret – Jika biasanya drama korea mengusung tentang bidang hukum, romance, atau bahkan kedokteran. Kini drama korea berjudul “Its Okay Not To Be Okay” yang dibintangi oleh Seo Ye-Ji dan Kim Soo-Hyun.

Sebenarnya tema besarnya masih berhubungan dengan kedokteran namun berbeda dengan drama kedokteran yang biasanya yaitu menunjukkan proses operasi bedah otak, bedah tubuh, dan lain-lain.

Disini titik fokusnya ada pada kesehatan mental seseorang. Dalam suatu drama ini kita bisa tahu berbagai macam gangguan mental yang dialami oleh beberapa pasien di rumah sakit jiwa.

Inilah yang menjadikan kita lebih paham bagaimana pola pikir dari seseorang yang mengalami gangguan jiwa dan memberikan kita rasa empati terhadap orang yang memiliki gangguan kejiwaan.

Menjelaskan tentang Penyakit Eksibisionis

Pada episode awal, ada suatu adegan drama dari “Its Okay Not To Be Okay” yang menjelaskan tentang seseorang yang mengalami gangguan penyakit eksibisionis. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja. Penyakit ini  merupakan gangguan yang dialami seseorang dikarenakan keinginan kuat untuk diamati dan diperhatikan oleh seseorang.

Orang yang memiliki penyakit eksibisionis akan memamerkan alat kelamin atau aktivitas seksual lainnya kepada orang lain tujuannya agar mendapatkan perhatian. Perhatian itulah yang nantinya menjadi kepuasan tersendiri bagi orang-orang penderita eksibisionis.

Beberapa orang yang pernah menjadi korban eksibisionis akan berteriak. Hal itu justru akan membuat penderita eksibisionis malah senang sebab itulah yang mereka para penderita eksibisionis inginkan, yaitu ingin melihat ekspresi takut, malu, marah, kaget, dan lainnya.

Dalam drama “Its Okay Not To Be Okay”, seorang anak laki-laki dari keluarga kaya raya yang ada di daerah tersebut digambarkan memiliki kelainan berupa hal tersebut.

Ia mengalami hal itu dikarenakan keluarganya memperlakukannya dengan berbeda, dan sama sekali mengabaikan dia sebagai anak bungsu dari keluarga tersebut hanya karena ia mengalami hal itu. Akhirnya dia menjadi normal kembali ketika dia berhasil meluapkan emosi dan menyedot perhatian dari khayalak ramai yang saat itu ramai akan mendukung ayahnya menjadi kepala daerah.

Menggambarkan Penyakit Autisme

Dalam Drama “Its Okay Not To Be Okay” memberikan adegan penderita autisme yang merupakan kakak dari tokoh utama yaitu Moon Sang Tae yang diperankan oleh Oh Jung-Se.

Kemampuan akting yang luar biasa dari Oh Jung-Se mampu membuat kita merasa emosional dan empati terhadap penderita autisme. Dalam drama tersebut digambarkan bahwa Moon Sang Tae merupakan penderita autisme yang memiliki begitu banyak kelebihannya lainnya.

Ia menjadi orang yang sangat jujur dan begitu pandai menggambar. Ia memiliki daya ingat yang sangat kuat. Di beberapa adegan ia bahkan hafal bagaimana karakteristik dan detail dari berbagai jenis dinosaurus.

Menggambarkan Penyakit Anti-Sosial

Penyakit Anti-Sosial dialami oleh tokoh utama dari drama ini yaitu Ko Mun-Yeong yang diperankan oleh Seo Ye-Ji. Dalam drama tersebut ia merupakan penulis dongeng terkenal. Namun ia memiliki gangguan kepribadian antisosial.

Ditandai dengan perilakunya yang cenderung sangat menantang, berperilaku impulsif, tidak bertanggungjawabm dan sering kali berbuat kejahatan yang mengarah pada kriminalitas. Dalam drama tersebut digambarkan sifat dan watak dari Penulis Ko Mun-Yeong tidak peduli terhadap perasaan orang lain.

Namun perlahan demi perlahan ia mulai membaik seiring dengan berjalannya waktu karena telah mengenal Moon Gang-tae. Adik dari Moon Sang-Tae yang merupakan penderita autisme. Karena Moon Gang-tae terbiasa mengurus kakaknya, maka tidak sulit baginya untuk mengontrol dan mengendalikan sikap antisosial yang dimiliki oleh Penulis Ko Mun Yeong.

Itu dia beberapa hal yang dapat kita saksikan ketika menonton drama “Its Okay Not To Be Okay”, sebuah drama yang dibalut dengan berbagai macam adegan romantis yang menyentuh dan pengetahuan dan makna tentang kehidupan yang sangat dalam jika dikaitkan dengan kesehatan mental seseorang dapat membuat rasa empati kita menjadi lebih baik daripada sebelumnya.