Menjelajahi Sumba (Part 1), Setetes Syurga yang Membuatku Jatuh Cinta

Pantai Mandorak Sumba
Sumber :
  • facebook@zulfikaralex

Olret – Perpaduan antara culture yang masih asli dan keindahan landscape menjadikan Sumba menjadi salah satu pulau yang sexy di Indonesia, menyusuri langkah demi langkah dataran Sumba terasa kembali ke Indonesia yang sebenarnya.

Melanjutkan perjalanan kami bertiga (saya, istri dan si kecil -7 tahun) dari Pulau Timor selama 2 hari yang mengagumkan, pagi itu kami meneruskan perjalanan dari Kupang ke Sumba lewat bandara Waikabubak di Sumba Barat dan kami sudah membuat itenerari untuk explore dari Sumba Barat ke Sumba Timur.

Selama explore di Sumba, sama dengan waktu di Pulau Timor, kami juga berencana memakai mobil sewaan dengan driver sebagai guide karena hasil research sarana transportasi umum sangat minim/tidak ada untuk menuju lokasi yang akan kami tuju, dan juga untuk flexibilitas explore lokasi ditambah lagi rumor ada beberapa lokasi di Sumba Barat yang kadang ada gangguan kenyamanan jika tidak ada pendekatan yang tepat, maka pilihan memakai mobil sewaan sangat bijaksana.

Kaki Pun Melangkah di Sumba Barat, Pesona Alam Selalu Memberikan Senyuman Manis Setiap Mata Memandang. Oh Tuhan, Sungguh Kamu Menciptakan Dunia Ini Penuh Bahagia.

Pantai Mandorak Sumba

Photo :
  • facebook@zulfikaralex

Hari Pertama kami akan explore Sumba Barat. Perjalanan hari pertama langsung kami mulai begitu pesawat mendarat, driver sudah menunggu begitu kami keluar bendara, dan spot pertama yang akan kami datangi adalah Pantai Mandorak, tetapi sebelum keluar kota kami membeli minum dan bekal makan siang karena sepanjang perjalanan tidak ada warung yang menjual makanan.

Jalan menuju Pantai Mandorak sangat mulus dan kelihatan jalan masih baru, menurut cerita driver sebelum jalan tersebut ada, jalan untuk ke Mandorak melalui jalan kampong yang jelek dan ada beberapa jalan yang di portal dengan menarik biaya lewat, hanya butuh waktu 1 jam 15 menit kami sudah sampai Pantai Mandorak.

Pagi itu sudah banyak pengunjung dengan banyaknya mobil yang sudah duluan datang, tiket masuk ke lokasi permobil 50 ribu, tetapi menurut driver lebih aman dibayar waktu keluar.

Pantai Mandorak seperti teluk kecil dengan pantai berpasir halus dan bersih, ombak lumayan besar yang masuk ke teluk tersebut, sangat iconic untuk foto landscape, si kecil hanya main di tepi pantai dan tidak mandi, sangat riskan dengan ombak yang besar, walaupun sepertinya sangat ingin masuk ke dalam air, akhirnya kita janjikan bisa berenang di Danau Waikuri.

Saya sendiri seperti biasa mencari sudut sudut tangkapan kamera yang bagus, termasuk naik keatas tebing untuk melihat Pantai Mandorak dari sudut yang lain.

Bukan Hanya Keindahan Pantai Mandorak, Hanya 5 Menit. Indahnya Lagoon Waikuri Sudah Siap Menenangkan Hati dan Pikirian.

Lagoon Waikuri

Photo :
  • facebook@zulfikaralex

Dari Mandorak kami melanjutkan ke Lagoon Waikuri, tidak sampai 5 menit kami sudah sampai ke Lagoon Waikuri, sebuah lagoon dengan air warna hijau yang sangat jernih. Lagoon Waikuri ini sudah dikelola dengan baik oleh pemerintah, ada tempat parkir mobil, tempat mandi dan jalan setapak yang sudah di Cor.

Sebelum berenang kami mengelilingi lagoon tersebut mengambil foto dari berbagai sudut, setelah puas kami langsung berenang bersama pengunjung lainnya dan hari itu pengunjungnya sangat ramai, si kecil sangat gembira bisa berenang sepuasnya.

Untuk explore danau ada juga penyewaan rakit untuk keliling, atau yang punya nyali lebih bisa melompat dari ketinggian yang sudah disediakan oleh pengelola. Tengah hari baru kami bersiap menuju spot selanjutnya setelah mandi dengan membali air tawar 1 dirigen 5 liter seharga 10 ribu dan makan dari bekal yang kami bawa dari kota.

Bagi Kamu Pecinta Sejarah dan Budaya, Rumah Adat Ratenggoro Harus Kamu Sapa Dengan Senyuman Manis. Karena Disinilah Kamu Melihat Ketulusan Orang Sumba.

Rumah Adat Ratonggoro

Photo :
  • facebook@zulfikaralex

Spot selanjutnya yang kami tuju adalah rumah adat Ratenggaro, jalan menuju rumah adat sudah mulai agak rusak, keluar masuk jalan kampong dan mulai kelihatan exotisme Sumba dengan banyaknya rumah adat dan kuburan adat di sepanjang jalan.

Sepanjang perjalanan seperti kembali ke jaman dahulu dimana suasananya seperti di jaman kerajaan, setelah perjalanan sekitar 1 jam, kami akhirnya sampai di kampung adat Ratenggano, sebelum masuk driver mengisi buku tamu dan membayar 50 ribu.

Kampung adat Ratenggaro sangat iconic dengan rumah adat ber atap yang sangat tinggi, dan informasinya rumah adat di Kampung Ratenggaro ini salah satu yang paling tinggi, semakain tinggi atapnya semakin tinggi kedudukan pemilik rumah. Kampung adat ini tambah menarik dengan lokasinya tepat di tepi laut, sehingga menambah keexotikannya.

Di rumah adat ada juga yang menjual souvenir dan juga menyewakan kuda untuk propertis foto, ada sedikit yang menggangu dengan adanya anak yang selalu mengikuti minta uang atau makanan, dan kami memang sudah menyiapkan hal ini dengan membawa permen, menurut driver sebenarnya hal ini sudah disampaikan ke pengurus kampong, tetapi sampai sekarang belum bisa di hilangkan.

Di temani Rintikan Gerimis yang Syahdu, Pantai Mbawana Menjadi Saksi Bisu Perjalanan Hari Ini Kami Tutup Dari Sini.

pantai Mbawana

Photo :
  • google image

Dari kampong adat Ratenggaro perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Mbawana, dan sore itu cuaca ditakdirkan tidak berpihak ke kami, baru sampai tempat parkir sudah gerimis kecil.

Setelah mengisi buku tamu dengan membayar 50 ribu kami langsung menuju ke Pantai yang terkenal dengan batu berlubangnya, turun ke pantai butuh kehati-hatian karena jalan sangat curam, dan akhirnya kami sampai di pantai dengan selamat.

Dengan cuaca yang mendung akhirnya kami putuskan tidak menunggu sampai sunset. Setelah menkmati keindahan pantai yang bersih dan ombak yang datang menggulung akhirnya dengan malas kami kembali ke tempat parkir, butuh tenaga extra menaiki tanjakan demi tanjakan, setelah sekitar 35 menit akhirnya kami sampai ke parkiran dan langsung menuju Hotel Mario di Pantai Kita.

Perjalanan 2 jam dari Mbawana ke pantai Mario terasa melelahkan dengan jalan sempit dan banyak yang rusak, keluar masuk desa sepanjang pantai barat pulau Sumba, dan akhirnya kami sampai di Hotel sebelum sunset, dan sama seperti di pantai Mbawana sunset di Hotel Mario juga tertutup mendung, jadi sore itu kami menikmati ketenangan hotel Mario dan memesan nasi goreng untuk makan malamnya.

Hari Kedua, Dimulai Dengan Bermanja Ria di Hotel. Menikmati Sunrise di Pantai Hotel. Ah,, Nikmat Tuhan Mana Lagi yang Kamu Dustakan.

Pantai Mario Hotel

Photo :
  • instagram

Hari kedua kami mulai explorasi Sunrise di Pantai Kita depan Hotel Mario dan Sunrise pagi itu seperti pengganti sunset kemarin yang tidak berwarna, pagi itu matahari keluar dengan hangatnya dengan memancarkan sinar kekuningan, dan yang lebih menarik karena di Pantai Kita banyak lokasi yang bisa dijadikan foreground foto, pagi itu kami bertiga benar benar menikmati sunrise yang indah ala Sumba.

Setelah menikmati sunrise dan sinarnya mulai panas, kami kembali ke hotel dan berenang di Kolam renang yang ada di depan hotel sambil menikmati sarapan, Hotel ini sepertinya banyak turis dari luar negeri, mungkin karena harganya yang lumayan mahal, 1 jt perkamar permalam, tetapi sangat rekomended bagi pencinta sunset dan sunrise, karena di satu lokasi kita bisa menikmati keduanya.

Setelah cekout kami melanjutkan perjalanan untuk expore hari kedua di Sumba, hari kedua rencana kami explore menuju ke arah Sumba Timur. Lokasi pertama yang kami datangi adalah kampong adat Prai ijing, kampong adat ini sudah dikelola dengan cukup baik, semua tamu setelah mengisi buku tamu diberi gelang yang harus dipakai.

Cukup fotogenik kampong adat yang satu ini, setelah mengexplore kampong adat ini kami melanjutkan perjalanan ke air terjun Lapopu

Untuk hari kedua, perjalanan kami tak kalah seru. Simak ya di part 2 ya.

Artikel ini merupakan tulisan dari Abdul Aziz, dan fhoto-fhoto di ambil dari berbagi sumber karena link postingan beliau di facebook kami tidak bisa menemukan kembali.