Part 9 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Gunung Telemoyo
Sumber :
  • instagram

Setelah kejadian terakhir kami jadi lebih berhati-hati. Tiap kali turun atau melompat, sebelumnya kami akan menoleh terlebih dahulu, memastikan tak ada mahluk apapun yang menerkam.

Saat lelah sudah tak tertahankan, Bang Amran yang berjalan paling depan memberi aba-aba untuk istirahat. Disaat beristirahat itu, Bang Idan bertanya padaku.

"Pin, ini ada yang ngga beres. Abang perhatikan, kau yang paling banyak di incar. Ada yang kau tutupi, Pin?" Tanyanya.

Aku tergagap ditodong pertanyaan mendadak. Mulutku gelagapan, bingung harus bagaimana menjawabnya.

"Abang ngga marah, Pin. Ada apa ini sebenarnya? Mungkin dengan jujur dan mengakui kesalahan, kita semua akan selamat." Sambung Bang Idan lagi.

Lepas menatapku dia menatap semua orang dan menanyakan hal yang sama, "Ayo, semua. Kalau ada yang mau diakui. Jangan tutupi apapun. Kita harus saling jujur."

Kami semua menunduk mendengar suara tegas Bang Idan. Tapi dia terus menatap kami, menuntut sebuah jawaban.

Dadaku berguncang, dan aku mulai menangis. Semua mata memandangku saat aku mulai bicara.

"Bang Idan, teman semua, aku minta maaf. Bukan maksud aku berbohong." Aku mulai berbicara pelan sambil sesekali mengusap air mata.

Bang Idan menatapku, "bohong apa, Pin?"

"Aku dilarang naik Dempo oleh Bapak Ibuku, Bang. Tapi aku nekat. Aku bohong ke mereka kalau aku cuma mau ke Prabumulih, ke tempat om ku."

"Astaghfirullahaladzim... " Bang Amran terdengar gusar oleh penjelasanku.

"Tapi kau bilang pada kami, kau sudah dapat ijin, Pin?" Bang Idan bertanya dengan tenang, tak terpancing oleh Bang Amran yang mulai nampak emosi.