Part 7 : Teror Pasangan Pendaki Mistis di Gunung Ciremai

Pendakian Gunung Sumbing via kaliangkrik
Sumber :
  • ngayap.com

Nyaliku kembali teruji ketika terdengar suara perempuan tua menyanyikan tembang Jawa. Suaranya terdengar pelan namun jelas. Orang itu mendadak berhenti dan mengeluarkan parangnya. Alih-alih terus jalan mengikuti jalur, orang itu malah menerobos semak disebelah kiriku. Parang tadi ia gunakan untuk membuka jalan. Kami menerobos ilalang setinggi pinggang. Di beberapa tempat ilalang itu bahkan melebihi tinggi tubuhku.

Sebuah tangan menjulur dari balik semak, tapi dengan entengnya orang itu mengayunkan parangnya dengan cepat. Tangan itu putus dan berubah menjadi kabut. Seiring jalan, juluran tangan itu semakin banyak. Mereka tidak hanya muncul dari balik semak, tapi juga dari bawah tanah.

Orang itu kembali berhenti. Kali ini dia mengajakku berbalik arah menyusuri jalur semula. Aku gelisah melihat wajahnya tidak lagi setenang biasa. Parangnya kembali diayunkan ke kanan kiri. Tiba-tiba saja kami keluar di Pos Kuburan Kuda.

Kemunculan mendadak kami rupanya mengalihkan perhatian hantu-hantu orang desa yang tampak sedang merubung ditenda pendaki. Puluhan pasang mata menatap kami tanpa berkedip. Tanpa ada komando tiba-tiba mereka bergerak pelan ke arah kami. Aku histeris ketika hantu yang terdekat memeluk pahaku. Aku meronta-ronta hingga terjatuh. Tangan itu baru lepas ketika orang itu menarikku. Sementara suara perempuan tua yang menyanyikan tembang Jawa terdengar semakin mendekat.

Orang itu berbisik pelan di telingaku, "lari boy." Lalu dia menambahkan, "Jangan sekali-kali nengok ke belakang."

Bersamaan dengan terciumnya anyir darah, orang itu berlari sambil menyeretku. Aku berlari zigzag menghindari tangan-tangan hantu orang desa yang berusaha menggapai kakiku. Lepas dari kepungan hantu orang desa, aku memohon orang itu berhenti untuk istirahat. Kedua kakiku hampir mati rasa. Tapi dia terus menarikku. Aku berlari dengan terpincang-pincang dan menahan nyeri di telapak kaki, hingga akhirnya aku rubuh karena pahaku keram. Rasanya seluruh tenagaku dikuras habis.

Didepanku, dibalik semak nampak pohon tua yang sangat besar. Kulit kayunya berwarna putih. Sulur-sulur panjang mirip rambut jatuh disana-sini dari dahan-dahan raksasanya. Yang pertama kulihat adalah pocong yang muncul dari balik pohon itu. Jantungku berdesir pelan. Tapi aku pasrah, menyadari aku tak bisa lari dengan kaki seperti ini.