Luka Darimu Tak Berdarah, Namun Sakitnya Sampai Ke Ulu Hati
Olret – Jika kamu bertanya kepadaku, kenapa aku tidak bisa memaafkanmu, kenapa sangat sulit untukku tersembuhkan dan kenapa rasa sayang itu berubah menjadi benci. Karena meskipun sama sekali tak berdarah. Rasa sakit dan luka darimu menusukku sangat dalam sampai ke ulu hati.
Membuatku merasa bahwa mati itu terlihat lebih baik, membuatku merasa paling menderita, membuatku merasa seperti sampah tak berguna. Hingga membuatku berpikir bahwa dunia ini begitu kejam dan begitu sakit.
Apalagi, saat bersamamu, kamu selalu berhasil membawaku pada harapan tinggi soal masa depan, dan saat kamu pergi, juga berkhianat, rasanya seperti tubuhku terhempaskan. Remuk redam. Namun aku juga sadar, bahwa kekecewaan adalah cara Allah mengatakan, bahwa yang terbaik ada untukmu.
Luka Darimu Memang Tak Berdarah, Tapi Sakitnya Lebih Hebat, Karena Membunuh Secara Perlahan
Tahukah kamu, bahwa sakit yang kamu berikan lebih hebat daripada luka yang nampak. Karena kamu menyerang bukan jasmani, namun lebih ke psikis dan rohaniku. Kamu yang membuka hati dan memberi harapan.
Kamu yang menyampaikan semua janji. Lalu berkhianat dan pergi. Meskipun tak terlihat darah di sana. Itu sangat berhasil membuat sakit yang terlalu hebat.
Luka Darimu Memang Tak Berdarah, Tapi Berhasil Melukaiku Hingga Mengubah Rasa Sayang Itu Jadi Benci.
Jika dulu, namamu selalu kudoakan dengan segala kebaikan. Jika dulu aku suka sekali membanggakanmu, tak peduli sikap dan hal burukmu. Kini semua itu berubah menjadi rasa benci.
Apalagi saat kamu terlihat baik baik saja, setelah menorehkan luka yang begitu dalam. Aku sangat ingin, bahkan berharap cemas, karma itu segera membalasmu, dan membuatmu sadar betapa brengseknya dirimu.
Luka Itu, Meskipun Tak Berdarah. Berhasil Merenggut Senyum dan Melemparkanku Ke Jurang Keputus Asaan.
Bahkan aku sulit untuk bahagia, sulit untuk merasa bersyukur dan selalu merasa sepi di tengah keramaian. Senyumku dulu yang sangat mudah terlukiskan, kini hanya muncul sebagai paksaan.
Hingga ada yang mengatakan itu senyuman itu hanyalah kepura-puraan. Benar. Mungkin, aku sedang berpura-pura bahagia, karena luka itu membuatku menyadari tangisanku hanya akan terbuang percuma.
Luka Itu Nampak Tak Berdarah. Namun Berhasil Membuatku Takut Mengulang Luka Yang Sama dan Memilih Sendiri
Saking hebatnya luka yang kamu berikan, aku bahkan takut untuk merasakan rasa sakit yang sama lagi. Aku takut menjalin hubungan dengan orang baru. Hingga kuputuskan untuk lebih baik sendiri dahulu.
Menyembuhkan segala luka yang kamu berikan. Jika perlu menghilang. Menjauhi segala hal tentang dirimu dan pergi sejauh mungkin, juga bertemu dengan orang orang baru yang tak mengenal diriku, dirimu dan luka itu.
Juga Meskipun Luka Itu Tak Berdarah dan Telah Tersembuhkan, Aku Tak Yakin Bisa Melupakan Atau Memaafkannya Ketika Tak Sengaja Kamu Hadir Kembali
Aku sudah berjuang keras menyembuhkan dan melupakan segala luka yang kamu dapatkan. Senyumku sudah benar benar berseri kembali. Langkahku sudah mulai terasa ringan kembali dalam melakukan hal yang aku sukai.
Tapi, sama sekali tak ada jaminan, untuk kata Maaf atas luka yang telah tersematkan. Tak mungkin akan benar benar lupa akan sakitnya. Jadi Jika takdir mempermainkan kita dengan pertemuan kembali. Anggap saja aku orang asing dalam hidupmu. Jangan mengusik hidup baru dengan kata maaf atau hal lainnya.
Kita awalnya orang asing, dan biarkan saja berakhir dengan menjadi orang asing kembali.