Sejujurnya Aku Mencintaimu, Hanya Saja Aku Lebih Memilih Merayu Penciptamu

Tips Membuat Lebih Mencintai Diri Sendiri
Sumber :
  • pexels.com/@tung-vu

Olret – Semua berawal dariku! Dari mata yang selalu tertuju ke arahmu, untuk terus memandang sebuah senyuman manis itu. Sebuah senyuman yang mampu menerbangkan perasaanku dengan tinggi.

Sebelumnya, aku tidak menyangka akan menaruh perasaan ini padamu. Perasaan yang datang dengan singkat, lalu membuatku terbang tinggi ke sebuah langit. Pada langit yang terdapat namamu di dalamnya.

Namun nyatanya diriku hanya memilih menjadi pengagummu saja. Menjadi pengagum yang diam-diam memperhatikanmu. Yang mengagumi tanpa mengungkapkan  sebuah rasa yang sebenarnya. Cupunya aku yang hanya berharap dalam diam untuk memilikimu. Menginginkanmu walau aku tak sama sekali mengeluarkan sebuah usaha untuk membuatmu menaruh perasaan padamu.

Karena Sebelumnya Aku Pernah Mencintai Juga, Namun Nyatanya Aku Tak Dikehendaki dan Kini Lebih Memilih Mencintai Dengan Mengharap Ridho Ilahi.

Dulu, dulu sekali kita pernah terikat dalam hubungan yang namanya persahabatan. Kau, tempat berbagiku. Tempat berkeluh kesahku. Tapi, entah mengapa semakin lama aku berkeluh kesah padamu, semakin lama kita dekat, benih-benih cinta itu mulai tumbuh. Ia tumbuh tanpa pernah diminta. Ia hadir tanpa pernah dikehendaki. Lantas, aku harus bagaimana?

Haruskah aku membunuh dan memangkas habis setiap tunas yang akan mulai menampakkan dirinya itu. Aku tidak setega itu. Aku memilih diam! Diam dengan perasaan yang semakin hari semakin ingin untuk kau ketahui.

Rasa tidak tertahankan untuk menyampaikan ini pun semakin menggebu. Akhirnya, aku memutuskan untuk memberikan tanda-tanda yang menunjukkan rasa ini.

Alhasil, kau berkata bahwa semua ini tidak mungkin. Tapi, di saat aku ingin mundur, di saat aku ingin menyudahi semuanya dan berpikir bahwa apa yang sudah kulakukan ini adalah suatu kesalahan.

Kau maju untuk menggenggam tanganku dan berkata bahwa kau memiliki rasa yang sama. Rasa yang entah kapan mulai hadir dan tumbuh. Kita memutuskan untuk kembali menjalin ikatan dalam sebuah istilah yang dinamakan pacaran.

Seiring waktu berlalu semua tampak indah, masalah pun jarang kita temui dalam hubungan ini. Rasa bahagia terus menghampiri. Aku bisa menjadi aku saat bersamamu. Namun , entah mengapa, kau mulai berubah, sudah mulai jarang menghubungiku, sudah jarang memberi kabar padaku, sudah jarang sekali bertemu hanya untuk sekadar bertegur sapa.

Semua di luar ekspektasiku. Bibirmu berucap bahwa hatimu masih untuknya. Ya, dia yang lebih dulu mengisi hatimu ketimbang aku.

Lantas, apa yang sudah kita lakukan selama 6 bulan ini? Ini yang kau namakan cinta? Jika memang cinta harus sesakit ini, aku menerima semuanya karena aku tahu cinta tak hanya perihal kebahagiaan.

Bagiku, di dalam cinta, perbedaan kesedihan dan kebahagiaan hanya setipis kulit ari. Terima kasih untuk kisah yang sudah kau toreh selama 6 bulan ini. Semoga kau bahagia dengan dia yang sudah lebih dulu menetap di hatimu.