Ada Balon Raksasa di Kepalaku yang Bernamakan Ketakutan

Ilustrasi Kesakitan
Sumber :
  • Pexels/Andrew Neel

Olret – Ada balon raksasa di kepalaku yang bernamakan ketakutan

Apakah ini harus kutanggung sendirian? Aku tidak tahu

Jika jawabannya tidak, maka bisakah kita duduk sebentar?

Mari bercerita

 

Terlalu banyak adegan yang begitu tiba-tiba hari ini

Terlalu banyak yang mampir di panca indraku

Terlalu banyak membaca walau paham belum kutangkap

 

Ketika September datang,

Aku berharap ia akan menoreh gempita dan tawa

Namanya didengung-dengungkan dimana-mana, September ceria, katanya

 

Nyatanya, di penghujung September aku masih merindukan kemewahan bernamakan napas dan kenyang

Hal yang belum kumiliki kala itu

 

Semua realita ini seolah mengolok-olok inginku untuk sekedar mencecap

Aku kian paham, bagamaimana hal sepele menjadi tidak sepele bagi kaum seperti kami

Ya, aku mengerti

Aku ingin menangis tetapi tak kuasa

Kemewahan itu tetap belum tergenggam

Hingga derap langkah mengantar kejut

 

Ia datang

Ia tiba

Ia mengenyangkan

 

Lalu, pesan beruntun memenuhi gawai

Setelah berkali-kali nyaris putus asa

Kata sepakat akhirnya terdengar

Namun, justru kata sepakat itu yang mengembangkan balon ketakutan di benak

 

Ada yang hilang

Ada yang tak menjawab

Ada yang mendesak

Apakah ia telah menipu kami?

Yakinkan aku bahwa jawabannya adalah tidak

 

Aku sedang sedang terdesak, sungguh

Lalu, mejaku yang kosong kembali mengingatkan

Inginku banyak

Di antara semuanya, lagi-lagi isi perut rupanya tetap menjadi prioritas

Kita butuh tegak, 'kan?

 

Setelahnya, suara mobil terdengar di pekarangan

Dan asaku terpenuhi

Apa Tuhan sedang berbicara padaku tetapi aku tak mendengar?

Apa makna dari semua ini?

Bantu aku untuk berdiri, Tuhan