Kisah Ini Untukumu, Rindu yang Bukan Menjadi Milikku Lagi
Apa aku boleh menyebutmu terlalu keterlaluan? Setiap tamu pada akhirnya tentu akan pergi, mungkin aku juga salah selama ini aku menuntun dan menghadapkan kesabaranku pada satu kata: menunggu. Tapi nyatanya, aku tak menunggu apa-apa.
Aku pernah menunggu kehadiranmu dengan cara yang berbeda, kedatangan dan caramu memperlakukanku yang sama sekali tanpa dinding. Tak bisakah aku menemukan sosokmu yang asli?
Ada sesuatu yang demikian lain dari yang aku tau, aku sungguh tak mengerti. Tolong, jangan pernah ucapkan rindu yang tak akan pernah bisa aku miliki, aku sudah memelihara istanaku, dua puluh empat jam sehari.
Jika kau akan pergi, maka pergilah dengan tenang, tanpa harus berkali-kali menghadirkan rasa sakit.
Jika kau ingin kembali, kembalilah dengan benar, tanpa pula menghadirkan dan meninggalkan rasa sakit. Jangan lagi menghadirkan rindumu yang tak bisa kumiliki.
Mau jadi apapun kamu dalam hidupku, pacar, mantan, teman, kakak, adik, saduara bahkan musuh sekalipun. Kamu sudah punya porsi sendiri di hati ini. Sudah punya cerita sendiri di hidup ini. Jalani saja, menyatu tak harus dalam satu ikatan, cukup batin yang terekat kuat.
Dan akhirnya, aku tak bisa selamanya meratapi kepergianmu. Kenangan bersamamu mu memang seperti sebilah pisau tajam yang menghujam hati. Satu-satunya cara untuk terbebas dari rasa sakit ini hanya keikhlasan hati. Aku harus bisa menerima kenyataan bahwa sudah tak ada “kita”, kini hanya “aku” dan “kamu”.
Ya, kini akhirnya aku bisa merelakan kepergianmu dengan ikhlas. Terima kasih untukmu, yang tak bisa kumiliki lagi.