Jangan Terburu-buru, Kawin Lari Bukan Selalu Solusi dari Masalah Percintaan

Ilustrasi Pasangan
Sumber :
  • Pexels/Jasmin Wedding Photography

OlretKawin lari. Dua kata ini mungkin tidak asing lagi di telinga. Banyak kisah tercipta dari keadaan yang tidak memungkinkan hingga membuat muda mudi memutuskan untuk nekat melakukannya.

Lalu, bagaimana jika kamu tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya dan tiba-tiba diajak kabur begitu saja?

Kawin Lari

"Kamu yakin?"

Lucas mengeratkan genggamannya pada setir tanpa menjawab pertanyaanku.

"Kita mau ke mana, Lulu?"

Lulu, panggilan sayang yang kutujukan untuk lelaki dalam balutan kaos hitam dan celana jeans yang masih enggan menjawab pertanyaanku.

Pandangan matanya tajam, fokus melihat ke depan. Rahangnya mengetat. Bibirnya yang penuh membentuk satu garis lurus.

Detik demi detik yang hilang tak membuatnya mengeluarkan satu patah kata pun. Aku pun mengamati alis tebal dan bulu mata lentik miliknya yang sering kali membuatku iri. Dari semua bagian di wajahnya, aku paling menyukai alis lelaki itu. Bagaimana Lucas bisa memiliki alis seindah itu?

Lelah tak kunjung mendapat respon, aku pun melarikan pandang ke deretan pohon yang menjauh di samping kiri. Beberapa pedagang yang menjual minuman dingin. Dan, anak sekolah yang berteduh di bawah pohon.

"Kita kawin lari aja."

Empat kata. Singkat. Padat. Jelas. Namun, sanggup membuatku membelalakkan mata.

Setelah mengatakan ia akan kabur dari rumah, kini Lucas mengajakku kawin lari. Yang benar saja!

Aku menyandarkan kepala ke jendela di sisi kiri sambil memijat pelipis. Berpacaran dengan Lucas Brilian selama dua tahun cukup membuat hari-hariku dipenuhi hal ajaib.

"Yuqi Nuella."

Tumben Lucas memanggil langsung nama lengkapku.

"Kamu tau, 'kan, kalau aku sayang kamu. Dan apa pun alasan Papa, aku nggak akan ninggalin kamu. Kamu jangan dengerin Papa aku, ya."

Lucas meraih tangan dan meremas jariku lembut. Ketegangan di wajahnya mengendur.

"Kita jalani hidup baru. New version of us. Kalau kata orang, reborn, seperti terlahir kembali. Kita adalah kita. Kita yang menentukan hidup seperti apa yang kita jalani, bukan orang lain."