Bagaimana Sikap Suami Saat Dihadapkan "Pilih Istri atau Ibunya Sendiri?"

Konflik mertua dan menantu
Sumber :
  • freepik.com

Olret – Pertanyaan ini sebenarnya banyak ditujukan kepada para suami. Sebuah pertanyaan menyakitkan dan musykil untuk dijawab. Dalam posisi yang setara, mana yang akan kau pilih; Ibu yang telah melahirkanmu, atau istri yang menemani harimu, juga ibu dari anak-anakmu?

Seperti curhatan seorang istri muda kepada penulis Wulan Darmanto, ada seorang perempuan yang statusnya sudah sebagai menantu, dia gamang saat bercerita; "Gaji suami saya sepenuhnya diserahkan ke ibu mertua, nanti ibunya lah yang mengelola keuangan rumah tangga kami. Mungkin bisa disebut rumah tangga bersama, karena masih tinggal serumah."

Sungguh iba menantu perempuan tersebut, tinggal serumah dengan mertua saja sudah membawa konsekuensi. Yang celakanya, banyak tidak enaknya. Nah, ini masih ditambah dengan ketidak leluasaan akses terhadap pengaturan keuangan keluarga.

Alih-alih salut pada suami yang sebegitu bakti pada ibunya, banyak orang malah gemas dengan suami model seperti ini. Rasanya ingin sekali diajak bicara.

Benar saja seorang anak laki-laki wajib menempatkan baktinya kepada sang ibu. Tapi para suami juga harus ingat, bahwa setelah menikah seorang suami sudah menjadi pribadi baru yang mengambil alih tanggung jawab atas pribadi lainnya. Seorang suami membentuk keluarga baru, yang itu berarti istri adalah partner utama dalam membangun hidup baru ini. Bukan ibunya lagi.

Tetapi, bukankah bakti lelaki memang tetap diutamakan pada ibunya? Benar! Tetapi tidak dengan cara menyerahkan keuangan keluarga kepada ibunya, dan menomorduakan istri. Apalagi selalu menurut ketika ibunya ikut campur urusan rumah tangga dia dengan sang istri.

Ibu dari seorang anak lelaki, dulu juga pernah muda. Pernah menjadi pasangan baru yang punya cita-cita. Punya kehidupan yang ingin tidak diusik oleh ibu atau pun mertuanya. Maka, setelah anak bujangnya berumah tangga, sebaiknya para ibu mertua flashback ke kehidupan masa mudanya dulu. Kira-kira bagaimana rasanya jika ia tidak menjadi ratu di rumah tangganya sendiri?

Maka, seorang ibu yang bijaksana, seharusnya tidak memasuki ranah domestik si anak lelaki. Apalagi menjadi pengatur keuangan di dalam rumah tangga mereka. Biarkan si anak membangun keluarga barunya, dengan mandiri, tanpa campur tangan pihak lain. Sebagaimana dulu si ibu membangun rumah tangga bersama suaminya.

Lalu, ada pertanyaan lain; "Tapi bagaimana jika tidak semua pasangan baru langsung mapan secara ekonomi? misal beli rumah atau mengontrak rumah sendiri yang terpisah dari orang tua."

Di sinilah benar-benar dibutuhkan kebijaksanaan ibu, yang dengan sadar melepas anaknya berumah tangga. Sebagai ibu sekaligus mertua, jika si anak terpaksa masih harus tinggal dengan orang tua, sebisa mungkin jangan mencampuri urusan anak. Baik dalam hal menata rumah, cara mengasuh anak, apalagi mengelola keuangan.

Sebab, dalam banyak kasus, ibu yang terlalu mengatur rumah tangga anaknya akan menimbulkan konflik di dalam rumah tangga si anak itu. Jika ibu masih sulit untuk "tidak berkomentar" terhadap kebiasaan menantu yang di luar kebiasaannya, peran suami lah yang sangat dibutuhkan untuk menjembatani keinginan ibu dan kebutuhan istri.

Jangan bandingkan istri dengan ibumu. Dan ajarilah istri berbakti kepada ibu mertua (orang tua suami), dengan cara suami berbakti pula kepada orang tuanya (orang tua istri). Istri yang baik pasti akan berbuat hal yang sama pada mertuanya.