Ketika Guruku Menyuruhku Menggambar Karikatur Rasululloh SAW Yang Kucintai
- freepik
Lalu, aku berpikir, “Bagaimana mungkin? Bagaimana caranya, aku bisa melukiskan senyum yang sempurna dengan wajah yang begitu teduh nan indah itu? Bagaimana, bagaimana caranya, aku menggambarkan suri tauladanMu yang begitu agung ke semua orang yang belum atau mungkin tidak mengenalMu, termasuk guruku?”
Aku memahaminya dan tidak akan menyalahkannya. Guruku yang baik hanya belum mengenalmu atau mencintai seseorang seperti yang aku rasakan. Dan aku mencintaiMu Rosululloh SAW, meskipun belum pernah melihatMu. Namun tetap bisa kurasakan cahayaMu menghangatkan tubuhku.
Beberapa detik berlalu, dan kembali aku menatap kertas putih yang masih kosong di tanganku. Lalu, dengan penuh keyakinan dan semangat baru, aku mulai menyampaikan sebagian kecil tentang diriMu, wahai Rosululloh SAW tercinta. Aku juga membuat Kaligrafi Namamu, untuk menambah keindahan akan sosokmu.
Hingga tiba saatnya, aku maju dengan penuh keyakinan, keberanian dan pandangan baru soal cinta, juga kehidupan. Aku tersenyum begitu manis kepada Bu Jessica dan berjalan keluar kelas dengan penuh pengharapan. Meskipun hanya sedikit, kuharap dia dapat lebih mengenalMu dan tidak lagi berpikiran negative soal keyakinan yang kami punya kedepannya.
Kuharap, akan ada saatnya, Engkau muncul, sebentar saja, beberapa detik saja, di hadapan mereka. Sama seperti Engkau muncul kepadaku, agar mereka lebih mengerti akan keindahan dan keagungan Sosokmu yang tak bisa terlukiskan.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al- Ahzab ([33]:21)
End