Rimbang Baling, Destinasi Anti Mainstream Bagi Sang Petualang
- Viva/Idris Hasibuan
Olret – Teman-teman pencinta travel, sudah ke mana saja nih tempat wisata yang menjadi destinasi kalian? Bagi anak muda jaman now, tempat wisata yang menyuguhkan pemadangan intagramable pastinya sudah mainstream dong ya! Pantai juga tak pernah sepi dikunjungi para pemburu sunset, hiking ke gunung apalagi sudah menjadi trend saat ini. Lalu kira-kira kemana lagi nih yang akan menjadi planning destinasi wisata kalian? berhubung libur lebaran akan segera tiba.
Pernahkah teman-teman sempat terpikir untuk mencoba berwisata ke hutan? Apasih yang terlintas di benak teman-teman ketika mendengar kata ‘hutan’? Tak sedikit orang-orang bilang; ”apa gak seram tuh di hutan? untuk berniat masuk ke tempat rimba saja rasanya sudah mengerikan. Kalau gak nyasar ya paling bertemu hewan buas”. Hehehe.
Eist, tapi jangan mengira semua hutan semenyeramkan itu teman-teman. Ada salah satu hutan yang berpotensi menjadi destinasi ecowisata lho! Tepatnya hutan Rimbang Baling yang berlokasi di Kampar, Riau. Justru wisata menjelajahi hutan ini anti mainstream.
Kenalan dulu yuk, sekilas mengenai Rimbang Baling.
Hutan Rimbang Baling merupakan kawasan Suaka Marga Satwa habitat bagi satwa langka dan penyangga kehidupan flora dan fauna di Sumatera, termasuk rumah terakhir bagi harimau Sumatera yang sudah masuk dalam kategori hampir punah.
Meski berstatus kawasan konservasi, pelestarian dan pengelolaan Rimbang Baling belum maksimal karena masih menjadi ancaman seperti penambangan, konversi hutan untuk perkebunan, dan perambahan. Terlebih hutan ini adalah satu-satunya hutan yang tersisa di Riaupasca kebakaran hutan Riau, yang sempat menjadi problematika Negara selama beberapa tahun silam.
Hutan Rimbang Baling bukanlah hutan daratan rendah, medan di hutan ini terdiri dari beberapa berbukitan. Di hutan Rimbang Baling ini terdapat Sungai yang mengalir melintas seoalah membelah kawasan hutan, namanya sungai Subayang. Sekedar info, di sana juga berdiri juga markas WWF Indonesia lho!
Tidak hanya hutan rimba, namun di Rimbang Baling terdapat beberapa desa yang penduduknya masih terisolasi
Nah, teman-teman tidak akan mengira kan kalau ternyata di Rimbang Baling terdapat manusia sebagai penghuninya, selain flora dan fauna langka yang dilindungi. Pengalaman saya yang pernah menelusuri pedalaman Rimbang Baling.
Saya mengunjungi salah satu desa yang ada di sana, yaitu Kenegrian Koto Lamo, tepatnya di Kampar Kiri Hulu, Riau. Kenegerian ini sendiri artinya adalah desa, yang mana di sana terdapat 6 suku dan dipimpin oleh 6 kepala suku, para kepala suku ini dipanggil dengan sebutan ‘Datuk’.
Menurut catatan sejarah, Kenegerian Koto Lamo ini sudah ada sejak abad ke-16. Kenegerian Koto Lamo termasuk desa yang masih terisolasi dan juga tidak adanya sinyal di sana. So, bagi teman-teman yang hendak ke sana, siap-siap gak bisa online di Sosmed ya! Hehehe.
Namun, ada beberapa titik lokasi yang terdapat sinyal pastinya ini harus sedikit usaha dengan menaiki bukit, itu pun hanya mampu untuk nelpon dan sms, juga hanya operator ‘si merah’ saja yang sinyanya mampu menembus rimbanya hutan (tak perlu sebut merk, pasti teman-teman juga sudah tahu).
Rimbang Baling berpotensi menjadi kawasan ecowisata.
Cerita bagaimana saya bisa terdampar sampai di hutan Rimbang Baling, beberapa bulan lalu saya berkunjung ke sana atas undang festival yang diselenggarakan oleh partner kerja, yaitu Rumah Budaya Sikukeluang. Rumah Budaya Sikukeluang ini sendiri bermarkas di Pekanbaru. Dan tim dari Rumah Budaya Sikukeluang ini lah yang menjadi penggiat untuk mengkampanyekan lestari hutan adat, dengan hastag #saverimbangbaling.
Teman-teman dari Sikukeluang melihat para penduduk Koto Lamo, yang mana mereka secara turun temurun ada untuk menjaga hutan Rimbang Baling dengan adat dan kearifan lokal. Maka saat ini Rumah Budaya Sikukeluang sedang menjalankan program wisata ecotrip di Rimbang Baling.
Rute perjalanan menuju Rimbang Baling.
Untuk menuju ke kawasan hutan Rimbang Baling, lumayan membutuhkan perjuangan. Dari Pekanbaru teman-teman akan melakukan perjalanan jalur darat menuju desa Gema, yang jaraknya memakan waktu tempuh kurang lebih 2 jam dengan mobil.
Sesampainya di Desa Gema, teman-teman melanjutkan perjalanan jalur air. Teman-teman harus menyebrangi sungai Subayang menuju Desa Koto Lamo dengan piyau (perahu), tapi tak perlu khawatir karena piyau ini sudah menggunakan mesin, jadi teman-teman tidak akan susah payah mengayuh sampan kok. Hehehe.
Perjalanan dengan piyau ini memakan waktu kurang lebih 2 – 3 jam tergantung kondisi air sungai dan beban perahunya. Kedengarannya memang melelahkan ya, tapi kenyataannya tidak serumit cerita saya diatas kok! Hehehe.
Namun, perjalanan panjang tersebut tidaklah membosankan, karena selama perjalanan menyusuri sungai Subayang, teman-teman akan disuguhi pemandangan yang sangat luar biasa indahnya. Di kiri dan kanan sepanjang sungai, terdapat hutan dan perbukitan hijau yang ditumbuhi pepohonan menjulang tinggi.
Air sungai yang sangat jernih berwarna hijau tosca, sehingga bebatuan cokelat serta ikan-ikan didasarnya terlihat dengan sangat jelas. Tak luput juga pasir putih menghiasi sepanjang tepian sungai.
Di sela perjalanan sering beberapa satwa penghuni sungai dan hutan yang bermunculan, salah satunya biawak, babi hutan dan sekumpulan kera, suara kicau burung serta jangkrik di antara pepohonan bersenandung. Wah, bisa kalian bayangkan, kan! suasana seperti ini tidak akan teman-teman temui di hiruk pikuknya kawasan Kota.
Ada apa saja sih yang ditawarkan menjadi tempat wisata di Rimbang Baling?
Konsep wisata Rimbang Baling ini sama seperti mendaki gunung, kita membutuhkan peralatan outdoor karena otomatis kita akan camping di kawasan hutan. Hanya yang membedakan adalah, teman-teman tidak perlu mendaki ketinggian diatas permukaan laut.
Untuk tempat camping sendiri sudah disediakan camping ground tepatnya di pinggir sungai Bio, pastinya tak jauh juga dari pemukiman penduduk Koto Lamo. Sungai Bio ini sendiri adalah sungai yang berada di Desa Koto Lamo, yang mana sungai ini sebagai sumber kehidupan para penduduk.
Di camping ground, teman-teman bisa melihat indahnya sungai Bio dari balai tamanuang. Di sana juga terdapat hammock bagi teman-teman yang ingin bersantai. Atau teman-teman juga bisa menikmati kesegaran air di sungai Bio dengan mandi atau berenang, tetapi harus mengikuti peraturan dan ketentuan yang diterapkan oleh penduduk Koto Lamo. Mengingat bahwa mereka masih memegang teguh adat yang harus kita hormati.
Saat malam harinya, jika teman-teman beruntung dan cuaca mendukung, teman-teman bisa melihat langsung langit Rimbang Baling yang dihiasi bintang-bintang nan cantik.
Selain itu, teman-teman boleh juga berkunjung ke galeri Rumah Adab Kenegrian Koto Lamo. Rumah Adab ini sedang dalam proses pembentukan dengan tujuan agar siapa pun yang datang berkunjung bisa melihat sejarah masyarakat Koto Lamo, mengetahui budaya dan hukum adat yang berlaku, mengerti dan ikut peduli terhadap seni dan kebudayaan lokal Koto Lamo.
Dan bagi penduduk Koto Lamo, Rumah Adab ini diharapkan menjadi simpul ingatan terhadap sejarah, identitas diri, kekuatan adat dan budaya serta alam yang kaya yang mengelilingi mereka, agar tetap optimis dan percaya dengan apa yang mereka miliki.
Tak jauh dari Desa Koto Lamo, terdapat Bukit Rumput Manis. Di bukit ini teman-teman bisa melihat pemandangan hutan Rimbang Baling dari ketinggian, yang dihiasi awan-awan berlalu lalang diatasnya. Oleh karena itu, tempat ini juga dinamakan ‘Gerbang Awan’ #saverimbangbaling. Waah, keren ya!
Dan lebih asik lagi, Camping Ground juga tersedia di Gerbang Awan lho! Selain teman-teman bisa berfoto ria , teman-teman juga bisa bersantai di Camping Ground Gerbang Awan sambil menikmati keindahan Rimbang Baling dari ketinggian.
Walau tak bisa eksis di Sosmed saat traveling, namun foto-foto epic pengalaman teman-teman di Rimbang Baling, bisa diungah saat teman-teman kembali ke Kota.
Bagaimana sih cara untuk menuju Rimbang Baling?
Rumah Budaya Sikukeluang mengadakan open trip bagi para wisatawan yang ingin berkunjung dan lebih mengenal lebih dekat mengenai Rimbang Baling. Mereka membuka open trip yang dibuka setiap weekend dengan biaya Rp. 750.000,-/orang, dengan catatan wisatawan yang hendak berkunjung haruslah berkelompok minimal berjumlah 6 orang. Untuk berwisata ke sana, Rumah Budaya Sikukeluang menentukan meeting point-nya di Pekanbaru.
Harga sebesar Rp.750.000,- mahal? No! Justru dengan biaya sekian, wisatawan hanya cukup membawa diri. Jadi, apa saja sih yang didapat dengan biaya sekian? berikut rinciannya:
- Transportasi jalur darat & sungai
- Jalur darat; Pekanbaru – Desa Gema (PP) dengan mobil
- Jalur sungai; Desa Gema – Desa Kotolamo (PP) dengan piyau/perahu
- Homestay di camping ground untuk menginap selama 2 hari 1 malam
- Konsumsi; makan 3 kali (makanan khas desa Koto Lamo), sarapan 1 kali, snack 3 kali, dan coffebreak 3 kali
- Peralatan Grup; tenda, hammock, kompor, nesting dan penerangan
- Tube rafting; benen, safety helmet dan life jacket
- Photo di Bukit Rumput Manis
- Dokumentasi kegiatan
- Tour Guide berpengalaman
Nah, gimana teman-teman, dapat banyak kan! So, harga tersebut sudah sepaket. Dan teman-temanpun merasakan berwisata di tempat yang anti mainstream. Pasti tidak akan menyesal lho, karena siapapun yang pernah berkunjung ke sana akan ketagihan dan suatu saat rindu dengan para penduduk Koto Lamo yang sangan ramah. Teman-teman bisa kunjungi kontak Rumah Budaya Sikukeluang di web http://www.rimbangbaling.net atau instagram @rimbang_baling.
Bagi teman-teman khususnya yang berdomisili di pulau Sumatera, provinsi Riau atau yang dekat dengan wilayah Riau, tidak ada salahnya untuk mencoba berwisata ke Rimbang Baling. Karena selain teman-teman berwisata, pasti teman-teman akan mendapatkan pelajaran dan pengalaman berharga.
Lebih mengenal penduduk Koto Lamo, meski mereka terisolasi tetapi semangat mereka tidak pernah padam untuk menjaga satu-satunya paru-paru dunia yang tersisa di Riau. Bagi teman-teman yang sudah berkunjung ke sana, secara tidak langsung tersadarkan akan pentingnya juga untuk menjaga hutan yang menjadi sumber kehidupan manusia.
Diharapkan dengan program ecotrip yang digerakan oleh Rumah Budaya Sikukeluang, bisa menularkan semangat kepada teman-teman untuk mendukung menjaga kelestarian hutan Rimbang Baling dan aneka ragam hayati yang ada di dalamnya.