Suwardji, Pembina Porang yang Mengatasi Kemiskinan, Pengangguran, dan Kerusakan Lingkungan di KLU
- Halodoc
Olret – Porang atau lebih dikenal sebagai iles-iles adalah umbi-umbian dari spesies Amorphophallus muelleri. Tanaman herbal ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan shirataki atau tepung.
Melansir Halodoc, porang memiliki batang bercorak belang hijau putih, dan daun hijau muda lebar berujung runcing. Tanaman ini mengandung lemak, protein, mineral, vitamin, karbohidrat, kristal, kalsium oksalat, alkaloid, sekaligus serat glukomanan yang lebih tinggi dibanding jenis umbi lainnya.
Akibat karbohidrat kompleks yang dikandungnya, mengkonsumsi porang bisa membuat seseorang memiliki energi lebih optimal, berat badan terjaga, gula darah stabil, dan meningkatkan kesehatan pencernaan.
Di Indonesia sendiri, penghasil porang terbesar berasal dari NTB. Hal ini tidak terlepas dari sumbangsih Suwardji Ph. D di Laboratorium di Laboratorium Lapangan Pertanian Lahan Kering Fakultas Pertanian UNRAM Desa Akar Akar Kecamatan Bayat Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, yang membina petani setempat.
Kegigihan dan ide brilian Suwardji dalam meningkatkan nilai ekonomi porang membuatnya menerima apresiasi DSA (Desa Sejahtera Astra) di tahun 2021 silam.
DSA sendiri adalah program kontribusi sosial Astra di bidang kewirausahaan di wilayah penerima. Program ini memberi pendampingan bagi masyarakat desa, mulai dari pelatihan, penguatan kelembagaan, bantuan prasarana, hingga fasilitasi akses modal dan pemasaran produk.
Menurutnya, ada 3 masalah utama yang bisa diselesaikan dengan memanfaatkan porang, diantaranya, mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan kerusakan lingkungan.
Di poin pertama, peningkatan nilai ekonomi dilakukan dengan pemasaran porang menggunakan sistem satu pintu. Sehingga akan memberi bargaining bagi petani Porang di KLU (Kabupaten Lombok Utara).
Pada bulan Agustus tahun 2022, harga umbi porang basah tercatat mencapai Rp 2.500 per kg, yang mana lebih tinggi dari harga pasar di pulau Jawa yang hanya sekitar Rp 2.100 hingga Rp 2.200 per kg.
Pengolahan porang menjadi keripik (chip) juga dilaporkan mampu meningkatkan nilai ekonomi umbi-umbian ini. Masih di tahun yang sama, ada 5-6 ton atau setara 1 kontainer chip kering siap ekspor yang tersimpan di gudang KLU.
Hasil ini didapat dari pengolahan sekitar 130 ton umbi basah atau setara dengan dengan perputaran uang di kalangan anggota koperasi senilai Rp 130 juta.
Bimbingan Suwardji ini menjadikan Lombok Utara sebagai kelompok satu-satunya di wilayah Indonesia timur yang memperoleh kuota ekspor 100 ton ke Vietnam melalui PT. Joglosemar – Semarang, Jawa Tengah.
Hal ini tidak terlepas dari 800 petani porang di Lombok Utara yang terbagi dalam 15 kelompok. Masing-masing ada 8 kelompok di Kecamatan Gangga, dan 7 kelompok di kecamatan Bayan.
Seiring berkembangnya potensi di Kecamatan Gangga, Suwardji akhirnya memutuskan bahwa di tempat ini hanya untuk mengembangkan chip dan tepung, dan tidak lagi melakukan budidaya karena dianggap sudah mandiri. Sementara budidaya akan dilakukan di Kecamatan Bayan.
Hanya 1 aspek yang belum tercapai, yaitu pelepasan varietas. Jika sudah berhasil, maka semua daerah di Lombok, Sumbawa hingga Sulawesi bisa pesan bibit porang dari Lombok Utara.
Suwardji tidak hanya bergerak untuk mengembangkan porang secara kuantitas, tetapi juga berusaha menjaga kualitas porang. Karena porang di KLU ini juga diunggulkan sebagai komoditi ekspor.
Dengan varietas lombos KLU, porang di Lombok memiliki kualitas yang berbeda dengan lombos Madiun 1.
Kualitas porang ini tentu dipengaruhi oleh kualitas lahan tempatnya tumbuh dan berkembang. Sehingga Suwardji juga berupaya untuk mengantongi sertifikasi lahan.
Dalam hal ini, dinas setempat mengacu pada SK Dirjen No. 247 2021 tentang pedoman registrasi lahan usaha tanaman pangan. Dimana ada 113 indikator kesesuaian lahan, masing-masing 73 indikator wajib, dan 40 indikator tidak wajib.
Agar lulus sertifikasi, lahan harus memenuhi indikator wajib 100 persen, dan indikator tidak wajib terpenuhi minimal 60 persen.
Hal ini memang agak berat tapi Suwardji dan para petani porang tidak menyerah dengan tantangan yang ada. Keterlibatan pemerintah daerah yang penting untuk membantu menjaga mutu produk dan keamanan porang.
Semua jerih payah ini akhirnya terbayar dengan diterbitkannya sertifikat oleh Provinsi sehingga meningkatan kepercayaan konsumen akan kualitas porang KLU.
Selain mengolah porang menjadi keripik, pihaknya juga memanfaatkan bahan baku menjadi tepung porang, beras porang, hingga glukomanan.
Tidak hanya itu, pengentasan kemiskinan dari porang di KLU ini juga sudah merambah ke potensi wisata berbasis pertanian/perkebunan di Senaru.
Dengan semua program yang telah berjalan ini, pengangguran dan kerusakan lingkungan bisa teratasi. Banyak petani dan lapangan pekerjaan baru yang terbuka dari sini, serta semakin meluasnya lahan porang di KLU turut membantu penghijauan lahan kritis di NTB.