Justitia Avila Veda: Inisiator KAKG, Pendamping Pro Bono bagi Korban Kekerasan Seksual
- satu-indonesia.com
Orlet - Melansir dari laman resmi komnasperempuan.go.id data tindak kejahatan kekerasan seksual terhadap perempuan mengalami peningkatan sepanjang tahun 2022 baik dari pengaduan Komnas Perempuan maupun Lembaga Layanan.
Data pengaduan Komnas perempuan sepanjang tahun 2022 menunjukkan kekerasan seksual terhadap perempuan sebanyak 2.228 kasus/38.21% sedangkan kekerasan psikis sebanyak 2.083 kasus/35.72%. Serta data Lembaga Layanan didominasi oleh kekerasan fisik 6.001 kasus/38.8% diikuti kekerasan seksual 4.102 kasus/26.52%.
Sungguh angka yang tidak bisa dikatakan sedikit. Itu pun data yang masuk. Di luar sana mungkin masih banyak sekali kasus-kasus serupa dimana para korban dan keluarga lebih memilih diam dan tidak mengambil upaya hukum.
Kekerasan seksual merupakan momok menakutkan bagi para perempuan khususnya bagi mereka yang mengalaminya. Dampak buruk dari tindak kejahatan tersebut dapat menyerang psikis, fisik dan psikososial. Korban juga rentan terkena penyakit menular seksual, mendapatkan luka hingga nyawa pun terancam hilang, trauma mendalam, ketakutan, timbul pikiran ingin bunuh diri, menyakiti diri sendiri, depresi berat, gangguan stress pasca trauma, hilangnya semangat hidup dan lain sebagainya.
Lebih memprihatinkannya lagi, apabila orang-orang terdekat, orang-orang sekitar justru tidak mendukung para korban untuk mendapatkan perlindungan secara hukum, pemulihan dengan mencari bantuan kesehatan fisik dan mental, seringkali apa yang korban derita jauh lebih berat akibat harus menanggung konsekuensi sosial dan ekonomi karena adanya stigma negatif serta penolakan dari keluarga atau masyarakat. Padahal seharusnya korban mendapatkan pendampingan agar tidak terjadi masalah yang lebih serius kedepannya.
Tingginya kasus kekerasan seksual yang diterima perempuan di seluruh tanah air menjadi perhatian banyak pihak. Adanya kebijakan atau peraturan-peraturan yang mendukung korban seperti UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Permendikbudristek Nomer 30 Tahun 2021, PMA No. 73/2022 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual lembaga pendidikan seharusnya memberi keyakinan kepada masyarakat untuk berani melaporkan kasusnya.
Ditengah perkara pelik tersebut, hadirlah Justitia Avila Veda, seorang pengacara berusia 29 tahun yang menginisiasi program sosial untuk membantu para korban kekerasan seksual guna mempermudah mereka dalam menerima bantuan hukum dimana ia menyebarkannya melalui postingan Twitter yang selanjutnya menarik banyak pengacara untuk bersama-sama menjalankan gerakan tersebut yang kini dikenal dengan nama KAKG (Kelompok Advokat untuk Keadilan Gender) yang memiliki program pendampingan korban kekerasan seksual berbasis teknologi.