Dulu Aku Mencintaimu Dengan Tulus Namun Kini Kulupakan Engkau Dengan Bismillah
- pixabay.com/id/users/ptksgc
Kalau ingatanmu belum buyar, tepat pukul 00:00 di sebuah malam pergantian tahun, kita mengakhiri dan mengawali perpindahan ini dengan sebuah doa. Tidak ada yang pernah tahu apa isi doa dari masing-masing kita, kecuali Dia yang Maha Tahu.
Begitu rahasia, begitu sederhana, sedang kita hanya mengimani serta mengamininya tanpa perlu saling bertanya. Lalu kamu duduk merapat ke sisiku, sambil menyanyikan lagu-lagu yang begitu manis untuk didengar telinga.
Seisi dunia mungkin sedang berpesta, berlomba untuk menjadi yang paling ramai atau mungkin sibuk dengan membalas ucapan-ucapan selamat tahun baru. Tapi aku suka dengan cara kita menikmatinya.
Doa, petikan gitar, lagu-lagu cinta, secangkir teh milikku dan kopi pahit milikmu, cukup kamu dan aku, itu sudah lebih dari standar kebahagiaan. Bukankah sesederhana itu seharusnya?
Bicara tentang kita, aku percaya tentang rencana Tuhan yang luar biasa yang tak pernah bisa diprediksi oleh kepala. Bicara tentangmu, ada ucapan syukur untuk setiap adamu yang selalu menitipkan bahagia dan ‘nyawa’ baru untuk hati.
Bicara tentangku, ada sesuatu yang belum pernah kuungkapkan sebelumnya. Bahwa aku menyadari rasa itu, yang pelan-pelan merasuk, yang pelan-pelan cukup mengusik hatiku, yang diam-diam kusimpan. Bahwa benar, aku mencintaimu.
Bahwa benar, namamu masuk dalam doa-doa yang kupanjatkan kepada Tuhan. Salahkah jika hari ini aku merindukanmu lebih dari hari kemarin? Aku hanya tidak ingin terburu-buru, aku hanya tidak ingin mengatur segalanya sesuai rencanaku, karena bukankah Tuhan lebih tahu?