Berzina Dengan Ibu Mertua, Begini Hukumnya Dalam Islam
- google image
Olret – Masih teringat jelas, bagaimana sakitnya hati Norma Risma tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya. Orang yang dia cintai dan sudah mengikat janji di depan orang tua dan disaksikan oleh para saksi, ternyata harus menelan pil yang sangat pahit.
Sudah jatuh tertimpa tangga, lebih menderita dari ibu rumah tangga yang menjadi korba selingkuhan di sinetron azab. Bagaimana tidak, suaminya justru selingkuh dengan ibu kandungnya sendiri. Orang yang memberikan kasih sayang sedari kecil ternyata orang yang paling menyakitinya juga.
Suami dan ibunya berzina dan kini menjadi salah satu berita paling populer. Lantas bagaimana hukumnya berzina dengan ibu mertua dalam islam.
Dilansir dari rumahfiqih, Khusus mengenai kemahraman yang terjadi antara seorang laki-laki dengan ibu dari istrinya, ulama fiqih dari empat madzhab besar, yakni Al-Hanafiyyah, As-Syafi’iyyah, Al-Malikiyyah dan Al-Hanabilah bahwa kemahraman antara seorang laki-laki dengan ibu mertuanya bisa terjadi jika ia dan istrinya pernah berhubungan suami istri dengan sah. Artinya mereka pernah berjima’ setelah akad nikah yang sah terjadi. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah jilid 36, hal 213)
Dilansir dari Umma.id, yang utama untuk diketahui adalah status mertua dengan mahram dalam agama Islam merupakan mahram. Hal ini lantaran sang menantu sudah menggauli anaknya sehingga mertua pun menjadi mahram mu'abbad.
Dalam surat An Nisa ayat 23, Allah berfirman:
"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; IBU-IBU ISTRIMU (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) ISTRI-ISTRI ANAK KANDUNGMU (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. An Nisa: 23).
Di dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah (20/24) disebutkan, dosa perbuatan zina itu bertingkat-tingkat, menjadi semakin besar dosanya tergantung kepada sebab-sebabnya. Berzina dengan orang yang masih memiliki hubungan rahim atau berzina dengan orang yang telah bersuami lebih beasar dosanya daripada berzina dengan wanita asing atau berzina dengan orang yang belum bersuami. Karena, di dalam perbuatan tersebut terdapat pelanggaran terhadap kehormatan suami, pengrusakan terhadap kasurnya dan bentuk lainnya yang menyakitkan.