Anjuran Menikah Sebagai Sunah Nabi, Tak Menikah Bukan Umat Nabi?
- Google Image
Olret – Pernikahan merupakan sunah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat islam. Hal tersebut adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung dalam memelihara keturunan dan memperkuat antar hubungan antar sesama manusia yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih sayang.
Bagi kamu yang penasaran dengan ilmu pernikahan dan bagaimana pandangan islam serta dalil-dalilnya, kamu bisa membaca buku yang ditulis oleh Firman Arifandi,, LL.B., LL.M dengan judul Serial Hadist Nikah 1 : Anjuran Menikah & Mencari Pasangan.
Hadist Tentang Anjuran Menikah
Menikah Sebagai Sunnah Nabi
Pernikahan adalah jalan untuk mewujudkan salah satu tujuan asasi dari syariat Islam yaitu menjaga nasab, karena dengannya terbentuklah sarana penting guna memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah, seperti perilaku zina, homoseksual, dan sebagainya.
Melalui sejumlah redaksional dalil dapat kita temukan motivasi menikah yang mana merupakan bagian dari kehidupan para nabi atau yang dimaksud dengan sunnah nabi. Sebagaimana hadist hadist berikut:
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu, ia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسَلِيَْ : اَلَْْيَاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَال سوَاكُ، وَالن كَاحُ
“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah."(HR. At-Tirmidzi)
Tak kalah pentingnya, hal senada juga disebutkan dalam riwayat imam Bukhari dalam Al Jami’nya, tentang kisah tiga orang sahabat yang ingin menandingi ibadah nabi SAW dengan shalat semalam penuh tanpa tidur, puasa penuh setahun, dan tidak menikah. Namun ternyata nabi melarang hal tersebut, sebagaimana lafadz hadist yang artinya;
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Ada sekelompok orang datang ke rumah istri-istri Nabi SAW, mereka menanyakan tentang ibadah Nabi SAW. Setelah mereka diberitahu, lalu mereka merasa bahwa amal mereka masih sedikit. Lalu mereka berkata, “Dimana kedudukan kita dari Nabi SAW, sedangkan Allah telah mengampuni beliau dari dosa-dosa beliau yang terdahulu dan yang kemudian”. Seseorang diantara mereka berkata, “Adapun saya, sesungguhnya saya akan shalat malam terus”. Yang lain berkata, “Saya akan puasa terus-menerus”. Yang lain lagi berkata, “Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya”. Kemudian Rasulullah SAW datang kepada mereka dan bersabda, “Apakah kalian yang tadi mengatakan demikian dan demikian ?. Ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah diantara kalian, dan orang yang paling bertaqwa kepada Allah diantara kalian. Sedangkan aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, dan aku mengawini wanita. Maka barangsiapa yang membenci sunnahku, bukanlah dari golonganku”. (HR. Bukhari)
Makna Nikah Adalah Sunnah Nabi
Melalui sejumlah hadist di atas, dapat kita lacak secara tekstual bahwa nikah dalam perspektif Islam itu dianjurkan karena merupakan sunnahnya para nabi. Namun, apakah kata “sunnah” yang dimaksud dalam hadist tersebut berindikasi kepada “sunnah secara hukum” seperti halnya hukum wajib pada shalat, dan hukum haram pada minum khamr?
Untuk memahami lafadz yang ada pada hadist, pada zaman ini kita tentunya tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan sendiri. Metode yang ideal dan bahkan menjadi wajib bagi kita sekarang adalah memahami teks hadist melalui penjelasan para ulama. Maka jika mengutip penjelasan ulama tentang konsep nikah sebagai sunnah para nabi, dapat kita fahami sebagai berikut:
1. Al-Hafidh Muhammad Abdurrohman bin Abdurrohim Al-Mubarokfuri dalam kitabnya tuhfatul ahwadzi menjelaskan hadist tentang empat sunnah para nabi yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Beliau mengatakan bahwa sunnah yang termaktub dalam hadist tersebut dimaknai dengan karakteristik atau bagian dari jalan hidup yang dibiasakan oleh mayoritas para nabi. (Abul ala Muhammad Abdurrohman bin Abdurrohim Al-Mubarokfuri. Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ At Tirmidzi. Darul Kutub Ilmiyah. Beirut. Hal 4/166)
2. Dalam kitab Al badru Tamam yang menjelaskan tentang hadist dari bulughul maram dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sunnah para nabi dalam bab pernikahan adalah jalan hidup bukan bermakna antonim dari wajib.
Maka menikah dalam hal ini adalah bagian dari jalan hidup nabi, dan barangsiapa dengan terang-terangan membenci pernikahan, menolak kenyataan disyariatkannya menikah, lalu mengambil jalan yang haram di luar nikah, golongan inilah yang kemudian tidak dianggap sebagai ummatnya nabi Muhammad SAW
Tidak Menikah Berarti Bukan Umat Nabi ?
Akan sangat rentan kepada kekeliruan jika lagi-lagi kita tekstualis dalam memahami redaksi hadist apalagi yang mengarah kepada konsekuensi hukum. Maka dalam rangka menghindari kesalahfahaman terhadap maksud daripada dalil, kita kutip kembali penafsiran para ulama terkait hal ini.
Sabda Rasulullah SAW : “barangsiapa yang membenci sunnahku, bukanlah dari golonganku”, maksudnya adalah orang-orang yang menolak, membenci, dan mengingkari pernikahan sebagai bagian dari syariat Islam dan sebagai bagian dari jalan hidupnya nabi. Sementara selain orang-orang yang tersebut tadi, namun belum menikah padahal sudah waktunya menikah, dan orang-orang yang meninggal sebelum menikah, bukanlah termasuk kepada golongan yang tidak dianggap sebagai umat Nabi.
Pernikahan dalam Islam bertujuan untuk regenerasi umat dengan cara yang halal, sebaliknya perzinaan adalah suatu keharaman dalam Islam. Halangan atau udzur syar’i yang membuat seseorang tertunda atau tidak bisa menikah tidak lantas memasukan orang tersebut kepada golongan yang dibenci oleh Rasulullah SAW.
Artikel ini dilansir dari buku yang ditulis oleh Firman Arifandi,, LL.B., LL.M dengan judul Serial Hadist Nikah 1 : Anjuran Menikah & Mencari Pasangan. Semoga ilmunya bermanfaat dan buku beliau juga semakin laris.