Sedih! Cerita Pendaki WNA Kenang Pertemuan dengan Lilie Wijayanti dan Elsa Laksono
- instagram.com/@carolinegleich
Olret – Beberapa waktu lalu tepatnya pada hari Sabtu, 1 Maret 2025, dua pendaki perempuan Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono meninggal dunia karena hipotermia dan Acute Mountain Sickness (AMS) saat menuruni Puncak Carstensz, Papua Tengah.
Kabar duka ini masih menyisakan luka bagi keluarga, rekan maupun tim yang tergabung dalam pendakian puncak gunung setinggi 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl) tersebut.
Salah satu yang menceritakan kisah sedih sekaligus mengharukan tentang sosok Lilie dan Elsa semasa hidup adalah pemilik akun Instagram @carolinegleich.
Dalam unggahannya, Caroline menceritakan dirinya bertemu dengan Lilie dan Elsa di basecamp. Menurut pengakuannya, Lilie dan Elsa sedang dalam misi mendaki tujuh puncak tertinggi di Indonesia.
Lilie memperkenalkan diri kepada Caroline sebagai "mama". Dan bagi pendaki WNA tersebut Lilie Wijayanti adalah cahaya yang terang.
"Sangat jarang melihat lebih dari satu atau dua wanita di tim pendaki, tetapi tim Indonesia memiliki setidaknya empat! Mama dan Elsa keluar dan bersemangat. Melihat wanita lain di puncak tertinggi di dunia membuatku bahagia. Senyum mereka menular," tulisnya.
Caroline menambahkan jika Lilie dan Elsa adalah teladan bagi pendaki dari segala usia sehingga tidak ada kata terlambat untuk mengejar impian dan bahwa mendaki gunung besar bukan hanya untuk anak muda, tetapi untuk semua orang.
Sebagaimana diketahui, mendiang Lilie dan Elsa telah berusia 60 tahun. Namun, semangat dan tekad mereka dalam mendaki gunung patut diacungi jempol.
Caroline Gleich sendiri dalam bio Instagramnya menjelaskan jika dirinya merupakan seorang content creator, ski mountener, adventure athlete, environmental advocate, keynote speaker, former candidate for U.S Senate U.T.
Caroline menjelaskan tim pendaki Lilie dan Elsa memulai pendakian mereka sehari setelah caroline dan tim memanjat Carstenz. Akan tetapi, yang dimulai sebagai hari yang menyenangkan dan normal berubah menjadi lebih buruk. Badai ganas bertiup, dengan jumlah hujan dan angin kencang yang berlebihan.
"Hujan deras normal selama waktu kami di Carstenz, tetapi angin kencang tidak," imbuhnya.
Keadaan sungguh terasa mencekam. Badai dingin dan berangin dan tim-tim membungkuk di basecamp menahan tiang tenda agar tidak patah. Beberapa tiang tenda patah akibat angin dan air.
Beberapa orang berjuang untuk mempertahankan kamp, delapan pendaki terdampar dalam badai.Tiga orang diselamatkan oleh pemandu Indonesia di malam hari.
"Tiga dari tim tinggal di punggungan puncak dan menghabiskan malam yang dingin dan keras di 16,000' dan kemudian diselamatkan oleh pemandu utama kami, Ben Jones, bersama dengan Garrett Madison dan Tashi Lakpa Sherpa, yang memberi mereka makanan, hangat, pakaian kering dan dexamethasone," ungkap Caroline.
Kemudian ia menceritakan, dalam perjalanan penyelamatan mereka menemui dua pendaki lainnya, Elsa dan Lilie di rute yang meninggal pada malam hari.
"Tidak ada cara mudah untuk membicarakannya. Dunia kehilangan dua jiwa yang terang dan bersinar. Aku tidak akan pernah melupakan mereka. Mereka akan berada di hati kita," pungkasnya.