Part 9 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Gunung Telemoyo
Sumber :
  • instagram

Olret – Setelah kejadian demi kejadian yang mulai merenggut nyawa di Part 8 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatra Selatan. Ternyata kami masih harus bertarung melawan alam ghaib. Akankah kami berhasil?

Aku histeris, tiga makhluk itu dengan kasar menarikku ke arahnya. Sementara dari bawah, suara-suara Bang Idan dan yang lainnya berteriak-teriak memintaku kabur. Aku berontak dengan liar, kakiku menyepak-nyepak, pandanganku buram oleh air mata. Usahaku sia-sia belaka menghadapi tiga mahkluk itu, aku ditarik semakin ke atas.

Aku kehabisan tenaga, tubuhku melemah, tapi aku tak mau berhenti memberontak. Menyadari usahaku yang kian lemah, nenek berwajah hitam itu tertawa cekikikan. Suara tawanya terdengar menggema menembus relung-relung hutan.

Tubuhku menggelepar-gelepar melawan ngeri saat tangan besar berbulu merangkul tubuhku dari belakang dan menarikku ke atas dimana lebih banyak lagi sosok-sosok dengan bentuk yang mengerikan tampak menunggu.

Bibirku bergerak lemah mengeluarkan suara-suara minta tolong yang hanya mampu kudengar sendiri. Bayangan-bayangan berkelebat di pikiranku tentang sosok-sosok tubuh tanpa jiwa di ladang kubis. Aku tak ingin berakhir seperti mereka. Aku ingin pulang....

Lalu bagai mendapat tenaga baru, aku kembali berontak berusaha melepaskan diri sambil berteriak-teriak.

LEPASKAN! LEPASKAAAAAN!!!

Kakek itu tertawa melihat perlawananku. wajahnya menyeringai menakutkan. Dengan kasar dia memeluk tubuhku. Nenek berwajah hitam itu juga ikut memegangiku, tapi aku tak mengalah dan terus berontak.

"DIAM KAMU! DIAM!!" Makhluk hitam berbulu itu membentakku. Tangannya yang besar bergerak dan ikut memegangi tubuhku. Aku kian lemah, namun tetap melawan dengan sisa tenagaku.

Sementara suara teriakan Bang Idan dan teman-teman lain menggema di dinding-dinding jurang.

"LEPASKAN TEMAN KAMI!!" Suara Anes terdengar jelas, "LEPASKAN!!"

Saat wajahku menoleh ke bawah, kulihat Bang Idan dan Anes tengah memanjat dinding jurang. Mimik wajah Bang Idan terlihat takut. Aku memandangi mereka dengan tanpa harapan apapun. Aku sudah pasrah. Wajah Bang Idan adalah yang terakhir kulihat sebelum ku menutup mata.

"Dek, sadar, Dek. Buka matamu."