Aku Mencintaimu Sejak Pertama Pesanmu Masuk ke Dalam Ponselku
- pixabay
Olret – Lagu James Smith terngiang di telinga Sarah, ia sepanjang hari menyanyikan lagu itu dengan atau tanpa suara. Ia tersenyum saat menggosok giginya pagi ini, sembari terus menyanyikan lagu itu di kepalanya. Dan lagi, sosok yang kemarin ia temui juga menari-nari di pikirannya sekarang.
“Ihh…” Sarah menggeleng kepalanya keras dan masih tersenyum. Sosok itu benar-benar terpatri jelas di pikiran Sarah, kini.
No more looking in the mirror with you stepping on my feet
Sarah tersenyum lebar didepan kacanya. Mematutkan diri, dan membayangkan sosok itu kini di hadapannya dekat jendela.
“Aah… mikir apaan sih gue?” Sarah tertawa setelahnya. Ia kini memasang headset di telinganya, mengunci kosnya, dan pergi bekerja.
Sosok itu adalah Reno. Panitia volunteer yang kemarin ia temui di acara adik panti. Ia memiliki tinggi 180cm lebih dan menjadi yang paling tinggi dari semua peserta yang ada.
Sayangnya, Sarah merasa kesal karena hanya kepadanya Reno bersikap tidak ramah. Reno bersalaman dan tersenyum kepada volunteer lain, sedangkan kepadanya hanya bersalaman lalu pergi tanpa basa basi. Padahal sebelumnya mereka sempat berkirim pesan dengan serunya.
Sarah tahu jika ia mungkin telah salah berharap jika Reno mungkin saja menyukai dirinya, hanya saja ia tetap saja kesal jika mengingat perlakuan Reno kepadanya yang tidak seperti ia memperlakukan volunteer lainnya.
“Gue ada salah gitu kali ya makanya dia begitu sama gue.” Pikiran itu terus menari di kepala Sarah. Pun dengan lagu James Smith – Tell Me that You Love Me. Pikirannya seakan-akan tak mau bekerja sama dengannya. Membuatnya semakin bingung untuk merasa kesal kepada Reno atau malah bahagia karena imajinasinya sendiri.
Olret – Lagu James Smith terngiang di telinga Sarah, ia sepanjang hari menyanyikan lagu itu dengan atau tanpa suara. Ia tersenyum saat menggosok giginya pagi ini, sembari terus menyanyikan lagu itu di kepalanya. Dan lagi, sosok yang kemarin ia temui juga menari-nari di pikirannya sekarang.
“Ihh…” Sarah menggeleng kepalanya keras dan masih tersenyum. Sosok itu benar-benar terpatri jelas di pikiran Sarah, kini.
No more looking in the mirror with you stepping on my feet
Sarah tersenyum lebar didepan kacanya. Mematutkan diri, dan membayangkan sosok itu kini di hadapannya dekat jendela.
“Aah… mikir apaan sih gue?” Sarah tertawa setelahnya. Ia kini memasang headset di telinganya, mengunci kosnya, dan pergi bekerja.
Sosok itu adalah Reno. Panitia volunteer yang kemarin ia temui di acara adik panti. Ia memiliki tinggi 180cm lebih dan menjadi yang paling tinggi dari semua peserta yang ada.
Sayangnya, Sarah merasa kesal karena hanya kepadanya Reno bersikap tidak ramah. Reno bersalaman dan tersenyum kepada volunteer lain, sedangkan kepadanya hanya bersalaman lalu pergi tanpa basa basi. Padahal sebelumnya mereka sempat berkirim pesan dengan serunya.
Sarah tahu jika ia mungkin telah salah berharap jika Reno mungkin saja menyukai dirinya, hanya saja ia tetap saja kesal jika mengingat perlakuan Reno kepadanya yang tidak seperti ia memperlakukan volunteer lainnya.
“Gue ada salah gitu kali ya makanya dia begitu sama gue.” Pikiran itu terus menari di kepala Sarah. Pun dengan lagu James Smith – Tell Me that You Love Me. Pikirannya seakan-akan tak mau bekerja sama dengannya. Membuatnya semakin bingung untuk merasa kesal kepada Reno atau malah bahagia karena imajinasinya sendiri.
“Dimana?”
“Udah di bawah kok, ini lagi di eskalator.”
Sambungan telpon kemudian di tutup. Sarah menyimpan ponselnya di saku jaketnya. Ia kemudian menghampiri Reno yang mengajaknya untuk nonton film di bioskop malam itu. Ia pun bersalaman dengan Reno dan meminta maaf karena ia membuat Reno menunggu.
“Tiketnya udah beli?” Tanya Sarah kemudian.
“Aku akses dari aplikasi susah. Kenapa ya?” Sarah kemudian memperhatikan layar ponsel Reno. Ia sedang mencoba lagi membeli tiket melalui aplikasi di ponselnya.
Sarah kemudian berinisiatif menuju counter penjualan tiket, bertanya kepada petugas mengapa Reno tidak dapat membeli tiket melalui aplikasi, lalu Sarah membeli tiket dan pergi menemui Reno.
“Nih..” ia menyodorkan dua tiket nonton yang sebentar lagi filmnya akan tayang.
“Yah, kok udah beli sih? Nggak enak jadinya.”
“Yaelah, lagian nggak bisa mendadak beli tiket via aplikasi tuh. Ayo, masuk ah. Filmnya udah mau di mulai juga.” Sarah kemudian menuju pintu masuk menuju ruang teater dan di ikuti Reno. Mereka kini duduk bersebelahan, menikmati film dalam diam. Sesekali tertawa bersama, lalu menikmati film lagi kemudian.
“Makasih ya ka, ajakan nontonnya.” Ucap Sarah saat mereka telah sampai di kos Sarah selesai nonton film.
“Iya, sama-sama. Nanti uangnya aku ganti ya. Kirim nomor rekeningmu. Kakak pulang dulu ya, Sar.”
Sarah berdiri disamping jendelanya kini. Menatap keluar, langit cerah dan angina sepoi-sepoi menerbangkan anak rambutnya. Lagu James Smith masih berputar di kepalanya. Menjadi lagu latar bahagianya hari ini.
Reno memeluknya dari belakang, mengecup puncak kepala Sarah. Seakan tahu apa yang ada di pikiran Sarah,Reno menyusupkan kakinya dari belakang dan kini Sarah menginjak kaki Reno. “Lagu ini kan yang lagi ada di kepalamu sekarang?”
Sarah tersenyum lebar. Satu tahun setelah mereka bersama Reno akhirnya menikahi Sarah kemarin lusa. Hal yang tidak pernah Sarah pikirkan sebelumnya, karena kedekatan Sarah dan Reno pun tak seintens pasangan yang lainnya. Tetapi, Sarah mengakui walaupun Reno cuek, Reno memperlakukannya dengan cara yang tak biasa, mendengarkan Sarah bercerita hingga usai dan selalu ada untuknya.
Will you whisper in my ear,
Those three words I wanna hear
Tell me that you love me
“I Love You, Sarah.” Tepat saat lirik itu kini bermain di kepala Sarah, Reno membisikkan tiga kata yang sejak lama ingin Sarah dengar.