Ajari Aku Menyembukan Luka, Biar Ku Ajari Kamu Mencintai Dengan Tulus
Olret – Kota ini masih menebar aroma persis saat kali pertama aku melangkah pelan turun dari bus. Orang-orang ramai bercakap lalu menebar senyuman kepada sesama. Bapak penyedia jasa ojek mengenakan seragam khas ramah memberi kode padaku. Dari gelengan kepalaku ia telah menangkap simpulan bahwa kutak turut bersamanya.
Ajari Aku Menyembuhkan Luka, Biar Ku Ajari Kamu Mencintai Dengan Tulus
Kota ini masih memikat diri sebab aroma matahari-Nya yang turun perlahan saat para penjual kelapa muda di tepi pantai menyoraki satu demi satu tubuh melintas dekat arena mereka.
Kadang berlimpah rezeki, tak jarang pula amat sedikit yang terjual. Kota ini masih seumpama burung-burung bersayap sederhana yang setia menjemput makanan kala kantuk masih bertengger di pelupuk mata manusia. Ramai beriringan dan pulang dibubuhi senyuman syukur.
Ajari Aku Menyembuhkan Luka dan Menghapus Kenangan, Biar Aku Ajari Kamu Membuat Kenangan yang Manis dan Bahagia.
Kota ini masih menyimpan berkas-berkas kisah kasmaran kala diri masih tak totalitas dalam berhijrah. Terselip sesal lalu buru-buru menebar titik sadar yang mesti penuhi ruang kedewasaan.
Semua telah berlalu.
Kota ini masih sehangat senyuman ibu-ibu di kampung kala mencuci baju dan piring-piring di sungai. Ceria mengalir sesuai kehendak-Nya. Kota ini juga masih menyimpan luka-luka ringan di serambi hati. Luka yang sesekali ngilu saat orang-orang mengatakan perihal yang sama.
Jodoh. Lalu, buru-buru ku akhir memoar ini: bahwa segala kenangan di kota (ini) akan rapi terselubung doa. Semoga nanti luka-luka diganti-Nya dengan suka dan tawa kala seorang terbaik tak datang untuk singgah saja.
Aku Menunggu Dengan Segenggam Rindu, Sampai Akhirnya Allah Izinkan Kamu Sebagai Pelengkap Agamaku.
Ada yang menunggu. Bertahun-tahun lamanya. Ada yang diizinkan bersatu dalam waktu sesingkat-singkatnya. Di titik manapun kamu, tetaplah taat, saliha. Berjalanlah dan lihatlah di sekelilingmu betapa karunia Allah sangat luas, banyak, dan tanpa batas. Di dalamnya kamu akan merasa kecil dan bertambahlah alur syukur untuk segala kesempurnaan dan kesempatan dari-Nya untukmu, untuk kita.
Bersahabat itu laksana membentangkan sebuah layar di tengah deru angin lautan. Kadang kencang bergerak, beberapa kali ada pula yang tercabik sebab badai dan ujian tak terbendung. Andai iman menjadi obatnya, tak akan ada celah kekecewaaan.
Andai iman menjadi tali pengikatnya, tiadalah air mata kesedihan mengalir dan larut membenamkan kata-kata cinta. Walau tak mudah, mari menjaga ikatan persahabatan dalam jalinan ukhuwah karena Allah. Ada jannah menunggu kita.
Sedikit Demi Sedikit Cahaya Jiwamu Mulai Meredup. Tak Usah Takut Padam, Allah Selalu Ada Untuk Menumpahkan Cahaya Cinta Bagi Jiwamu.
Perempuan itu mempercepat langkah kakinya. Gerimis tik tik tik tik merintik secepat degup jantung. Ia kembali diuji. Di hadapan kini terbuka takdir-takdir untuknya. Perempuan yang sedang mengembangkan payung motif dedaunan itu bertekad untuk kembali memilih. Pilihan terbaik setelah istikharah-istikharahnya melangit.
Dalam ketidaktahuan kami, Engkau hadir dalam pesan terbaik: Kitab suci umat Islam. Kami kemudian yakin bahwa perjalanan di dunia hanya sebentar. Tak lebih dari sekadar kesenangan semu. Gapapa, jiwa. Allah udah nyiapin yang terbaik untukmu. Jika tak sebentuk insan, akan sangat mungkin dering kematian. Bersiaplah, saliha.
Ya Allah, maaf jika masih sering diri ini menunda hal-hal yang semestinya bisa kulaksana. Bersabarlah dan ambillah sisi-sisi kebaikan yang sekiranya bisa kamu jadikan pelajaran dari masa lalu. Semangat, ya saliha! Ada Allah.
Salam, ⛵@diarihidupkita