Malaikat Tak Bersayap
- Pexels/Trung Nguyen
Olret – Tidak ada kasih yang lebih tulus dibanding kasih orang tua terutama ibu. Namun, tidak semua orang beruntung untuk merasakannya.
Namun kelak, kehidupan akan mengajarkanmu tegas dan mensyukuri nikmat ini.
Malaikat Tak Bersayap
Mereka bilang, ibu adalah malaikat tak bersayap Nyatanya, aku sering melihat ibu mengepakkan sayapnya
la mengajariku untuk mengangkasa dan menapak di berbagai belahan bumi
Mereka bilang, kasih ibu sepanjang masa Nyatanya, sering kali kami berdebat Hal sia-sia yang akan selalu kusesali
Setelah memadamkan ego, logikaku mengatakan, ibu sering kali benar
la hanya mengasihi secara berlebihan
Kulihat, rambut ayah kian kelabu
Sering kali, sosoknya di antara taman mawar menjadi perhatian
Ayah harus terus berdiri di sana, setiap hari
Harus!
Jika tidak, itu pertanda bahwa ia sedang lemah, hal yang tidak kusukai
Kulihat, bibir ayah tetap terkatup rapat Halo? Aku di sini! Bisakah kita saling berbagi? Nyatanya, diamnya tidak melulu diam Ada aku di setiap sudut pikirnya Cara mencintai diam-diam yang menakjubkan
Kelak, kala aku membaca ulang kalimat ini, Memori tentang masa kecilku akan menguar Memori tentang jatuh bangunku akan terkenang Semua tentu karena mereka
Mereka yang tak jemu menabur cinta dan membuatku
naik menggapai damai
Rangkulan yang Menenangkan
Hempaskan, biarkan ia terbelenggu angin Menyatu dan tersapu komponen udara
Biarkan, lepaskan ia menyelami samudra
Terbentur aneka karang yang membuatnya berubah
Lepaskan, biarkan ia terhantam debur ombak, lagi dan lagi
Kelak ia akan mengerti makna dari semesta yang kerap ia permainkan
Ya, aku ingin kembali bermain tanpa terjerat permainan konyol yang diciptakannya
Mereka seolah melihatku di sini
Netraku terpaku pada debur ombak dan semilir angin yang memerangkapmu tanpa ampun
Tanpa membuang waktu, mereka merangkulku Menyusupkan ketenangan yang membuatku berarti
Ya, aku ingin bermain bersama alam tanpa terhempas
dan tenggelam
Tolong, jaga aku, agar aku tidak hanyut
Merdeka, Katanya
Merdeka, katanya
Namun, mengapa aksaraku masih
dibatasi
Harusnya aku menyembunyikannya? Atau aku hanya boleh menulis cerita
selain tentangnya?
haruskah?
Merdeka, katanya
Namun, mengapa kau memandang iri
dengan lakuku?
Bukankah ada baiknya kita sama-sama
melangkah?
Merajut setiap kisah yang diinginkan tanpa perlu terkotak-kotak, bebas
Merdeka, katanya
Namun, mengapa dia masih
mengganggu napasku?
Aku lelah berdebat dengan isi
kepalaku
Aku lelah
Bolehkah aku istirahat dan
mengusirnya?
Aku lelah, sungguh