Merenung dan Merencanakan Masa Depan, Setiap Pasangan Muda Harus Melakukannya
- Pixabay/StockSnap
Olret – Merenung dan merencanakan masa depan adalah hal yang selalu dilakukan orang yang memiliki kedewasaan.
Karena dengan merenung, seseorang bisa melihat kesalahan dan mau memperbaiki. Sementara dengan merencanakan masa depan, seseorang tidak akan membuang waktunya begitu saja.
Andai Saja dan Rencana
Duduk di atap adalah kebiasaanku dan Lucas. Dari ketinggian, kami bisa melihat orang yang berada di bawah. Begitu jelas, begitu nyata. Namun, hal sebaliknya tidak terjadi. Mereka tidak bisa melihat balik ke arah kami.
Beratapkan langit berbintang, kami duduk bersisian. Melayangkan tatap, seolah mencari bintang yang paling terang.
"Kamu tau? Aku pernah ada di posisi takut yang nggak wajar. Mau makan aja aku takut." Aku berucap sambil tetap mengagumi bintang.
"Karena?"
"Nasi yang ada di atas meja adalah nasi terakhir yang kami punya. Beras terakhir yang bisa di masak tadi pagi. Jadi kalau aku makan, aku takut nasinya habis dan nggak ada beras lagi yang bisa dimasak."
"Qiqi."
Jika aku mempunyai panggilan khusus untuk Lucas, yaitu Lulu. Maka ia memilih nama Qiqi untuk memanggilku.
"Kenapa, Lulu?"
"Kenapa nggak bilang? Kita bisa makan bareng. Apa aku bisa makan enak sementara kondisi kamu kayak gitu?" Aku melihat tatap sendu Lucas.
"Aku nggak minta dikasianin. Aku cuma mau cerita, biar lega." Lucas masih memandangku lekat-lekat. "Kalau tadi kamu bilang, kita yang akan menentukan hidup kita sendiri, bukan orang lain. Aku akan pertahanin apa yang aku mau.
Waktu memang nggak bisa berjalan mundur. Aku juga nggak bisa berharap terlahir kembali. Tapi kalau dulu bisa milih, aku nggak akan melepas apa yang menjadi bagian dari jiwaku. Berbisnis."
"Jadi kalau bisa terlahir kembali, kamu mau jadi pebisnis?"
Aku mengangguk mantap. Cita-citaku dan Lucas memang sama. "Andai dulu aku nggak berhenti, mungkin sekarang sudah punya toko sendiri. Mungkin sekarang nggak akan susah kayak gini. Mungkin ... "
Aku tidak melanjutkan kalimatku dan memilih memandang sepatu ketsku yang kian buluk.
"Sama kayak yang aku bilang tadi. New version of us. Kita harus lepas dari bayang-bayang pengandaian. Yang sudah lewat, harus diikhlasin, apa pun itu. Siap 'kan jadi diri kita yang baru?"