Anjani Sekar Arum, Mendidik Pembatik Muda Melestarikan Budaya Batik Bantengan

Anjani Sekar Arum, pencipta motif batik Bantengan
Sumber :
  • satu-indonesia.com

Olret – Bantengan merupakan salah satu kesenian budaya di Jawa Timur yang sudah melekat dan menjadi budaya Kota Batu.

Kesenian berupa pencak silat ini dilestarikan oleh masyarakat di lereng pegunungan Jawa Timur

Kini kesenian Bantengan berkembang dan terus hidup di Batu melalui kiprah seorang wanita muda bernama Anjani Sekar Arum, melalui usaha Batik Bantengan.

Batik Bantengan sendiri mengangkat unsur-unsur dari kesenian Bantengan di antaranya, menggunakan motif kepala banteng, monyet, macan, bunga tujuh rupa, alat musik kesenian, cemeti, dan gerakan kesenian Bantengan.

 

 

Mengutip dari satu-indonesia.com, Anjani Sekar Arum mulai mendirikan sebuah sanggar batik bernama Andaka pada tahun 2014.

Bermodalkan bakat seni, keinginan kuat melestarikan seni budaya Bantengan, hingga kecintaannya pada budaya inilah yang menggugah Anjani untuk menghidupkan dan memasyarakatkan Batik Bantengan di Kota Batu, Malang.

Hingga pada tahun 2018, Anjani memindahkan sanggar batiknya ke Desa Bumiaji, dan mendidik para pembatik muda di sana untuk melestarikan motif batik Bantengan yang ia ciptakan.

Anjani yang memulai kegiatan membatik pada tahun 2010 itu, mewarisi bakat melukis sang ayah, dan mengembangkan darah seni yang ia miliki dengan menempuh pendidikan di Jurusan Seni dan Desain di Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.

Meski telah menekuni batik dari tahun 2010, Anjani baru memiliki kesempatan melakukan pameran pada tahun 2014.

Anjani mendapat ajakan dari istri walikota Batu, Dewanti Rumpoko, untuk mengadakan pameran batik di luar negeri. Tepatnya di Praha, Republik Ceko.

Mengadakan pameran di negeri orang tidaklah mudah, Anjani menemui kesulitan untuk menghasilkan kain batik tepat waktu, dan hanya memproduksi sekitar 10 lembar kain saja.

Berangkat dari kendala sulitnya menemukan pembatik yang bagus dan tekun, pada tahun 2015 Anjani mulai mengajari anak-anak muda untuk membatik dan mempelajari motif batik Bantengan.

 

 

Anjani mengajari anak-anak membatik di sanggarnya. Dari 58 anak yang belajar membatik di sanggarnya, 28 di antaranya menjadi pembatik aktif.

Anjani lebih memilih untuk mengajari anak-anak membatik bukanlah tanpa alasan. Ia takut wisata Kota Batu akan mati jika para generasi muda tidak melestarikan kebudayaan yang menjadi ciri khas mereka.

Dengan mewariskan keahlian membatik pada anak-anak, maka otomatis budaya batik Bantengan juga akan ikut dilestarikan.

Tidak hanya itu, keuntungan ekonomi yang didapat dari kegiatan membatik juga bisa membantu mengangkat derajat dan ekonomi masyarakat sekitar.

Sanggar Andaka sendiri setiap bulannya mampu menghasilkan sekitar 45 lembar kain batik. Harga setiap lembarnya juga tidak murah, dan dibandrol dengan harga sekitar Rp 300 ribu - Rp 750 ribu.

Namun, Anjani tidak serta merta mengambil keuntungan dari penjualan kain batik-nya. Ia justru mengambil 10% dari hasil penjualan yang ia gunakan untuk membeli kain, pewarna, dan perlengkapan lainnya.

Selebihnya hasil penjualan batik menjadi hak para pembatik anak-anak. Tak jarang Anjani justru merogoh koceknya sendiri untuk menambal biaya di sanggarnya.

Usaha dan kegigihan anjani untuk melestarikan budaya dan meningkatkan taraf ekonomi di daerahnya membuat ia mendapat penghargaan dari SATU Indonesia Awards pada tahun 2017 di bidang kewirausahaan.

Apreasiasi yang diberikan ASTRA kepada Anjani Sekar Arum yang tanpa pamrih mendidik anak-anak untuk terus melestarikan warisan budaya daerah menjadi semangat dan motivasinya untuk terus berkarya.

Semoga semangat Anjani menular pada pemuda Indonesia lainnya, untuk ikut melestarikan budaya di daerahnya, sekaligus memajukan para pemuda Indonesia.