Rimbang Baling, Destinasi Anti Mainstream Bagi Sang Petualang
- Viva/Idris Hasibuan
Cerita bagaimana saya bisa terdampar sampai di hutan Rimbang Baling, beberapa bulan lalu saya berkunjung ke sana atas undang festival yang diselenggarakan oleh partner kerja, yaitu Rumah Budaya Sikukeluang. Rumah Budaya Sikukeluang ini sendiri bermarkas di Pekanbaru. Dan tim dari Rumah Budaya Sikukeluang ini lah yang menjadi penggiat untuk mengkampanyekan lestari hutan adat, dengan hastag #saverimbangbaling.
Teman-teman dari Sikukeluang melihat para penduduk Koto Lamo, yang mana mereka secara turun temurun ada untuk menjaga hutan Rimbang Baling dengan adat dan kearifan lokal. Maka saat ini Rumah Budaya Sikukeluang sedang menjalankan program wisata ecotrip di Rimbang Baling.
Rute perjalanan menuju Rimbang Baling.
Untuk menuju ke kawasan hutan Rimbang Baling, lumayan membutuhkan perjuangan. Dari Pekanbaru teman-teman akan melakukan perjalanan jalur darat menuju desa Gema, yang jaraknya memakan waktu tempuh kurang lebih 2 jam dengan mobil.
Sesampainya di Desa Gema, teman-teman melanjutkan perjalanan jalur air. Teman-teman harus menyebrangi sungai Subayang menuju Desa Koto Lamo dengan piyau (perahu), tapi tak perlu khawatir karena piyau ini sudah menggunakan mesin, jadi teman-teman tidak akan susah payah mengayuh sampan kok. Hehehe.
Perjalanan dengan piyau ini memakan waktu kurang lebih 2 – 3 jam tergantung kondisi air sungai dan beban perahunya. Kedengarannya memang melelahkan ya, tapi kenyataannya tidak serumit cerita saya diatas kok! Hehehe.
Namun, perjalanan panjang tersebut tidaklah membosankan, karena selama perjalanan menyusuri sungai Subayang, teman-teman akan disuguhi pemandangan yang sangat luar biasa indahnya. Di kiri dan kanan sepanjang sungai, terdapat hutan dan perbukitan hijau yang ditumbuhi pepohonan menjulang tinggi.