Merelakan Bukan Berarti Menyerah

Ilustrasi Perpisahan
Sumber :
  • Pexels/Felix Büsselmann

Olret – Banyak hal yang terjadi dan berubah begitu cepat. Sehingga kita dituntut untuk peka dan siap akan setiap tanda yang hadir.

Mari Jatuh Cinta Lagi, Tanpa Perlu Harus Saling Menyakiti

Jika tidak, mungkin kita akan sangat terkejut karena tidak siap. Namun, tidak terlambat untuk meminta pertolongan. 

Andai Aku Tidak Terlambat

Ceceran sandi itu telah ada

Kita Sama-sama Berusaha Namun Kenyataannya Tak Bisa Merubah Apapun

Jauh sebelum hari ini, tentunya

Satu demi satu menghampiri, tanpa pernah aku pikirkan

Mencintai Orang yang Tidak Bisa Dimiliki Bukan Akhir Dari Segalanya

Ternyata, sandi-sandi ini membentuk sebuah cerita

Gulungan waktu telah meninggalkan dan kebutaanku kala itu menumpuk sesal di benak

 

Andai aku tidak terlambat, maka aku akan begini

Andai aku melihat, maka aku akan begitu

Andai aku mencerna, maka aku akan begini

 

Namun, setumpuk sesal tak berarti lagi, sekarang

Tak dapat membawaku mengulang waktu

Potongan sandi itu kini melukiskan sesuatu

Terlihat sangat rupawan tetapi belum kugapai

 

Menengadahkan tangan menjadi bentuk upaya agar segera menggenggam

Tolong, jangan buta lagi!

 

Aku Muak

Dengan berkedok gila, mereka berteriak kesetanan

Lebih daripada itu, kuku runcingnya mulai mencakar-cakar

Dengan berkedok gila, semua seolah lumrah dan halal

Dinding-dinding tergores menyisakan suara ngilu

 

Dengan berkedok gila, mereka menyeretku ikut serta

Tidak! Jangan mendekat! Jangan sentuh aku!

Tawa iblis menggema tanpa bisa kucegah

Seluruh energiku tersedot hingga nyaris di titik nol

 

Jangan, jangan datang!

Pergi!

 

Jika kau muak, maka aku lebih muak!

Jika kau murka, maka aku lebih murka!

 

Dengan berkedok gila, mereka kembali tertawa bersama fana

 

Ketika Marah, Aku Menjadi Bodoh

Ketika marah, aku menjadi sesak. Kehilangan arah, melumpuhkan otak dan dada bergemuruh.

Ketika marah, aku menjadi bodoh. Tergantung di udara, kehilangan petuah, dan tak berkawan.

Ketika marah, aku menjadi pecuncang. Kehilangan rupa, bertopeng monster, dan terjerat ilusi.

Jika ingin dicintai Tuhan, maka aku tidak boleh marah. Merantai tangan-tangan setan. Membekap mulut-mulut iblis. Lalu melemparnya kembali ke jurang neraka.

 

Merelakan Bukan Berarti Menyerah

Merelakan bukan berarti menyerah. Mengikhlaskan bukan berarti kalah. Berpasrah bukan berarti berputus asa.

Ingin? Tak perlu dipertanyakan.

Mengenggam? Sudah menjadi sebuah asa.

Namun, apa benar selalu seperti itu?

 

Nyatanya, tidak.

 

Terlalu erat merengkuh membuatmu patah. Terlalu kuat memintal ingin membuatmu retak. Terlalu kuat bertautan membuatmu sesak.

Terkadang, kita hanya tidak tahu. Terlalu tidak tahu hingga buta. Tuhan hanya ingin menyelamatkan. Tuhan tahu, Tuhan melihat. Sedangkan kita hanya sibuk mendesak ingin tanpa pernah merenung.