Marwan Hakim, Bapak Pendidikan di Pelosok Gunung Rinjani yang Sering Dikira Tukang Ojek
- www.satu-indonesia.com
Marwan tidak ingin orang tua-orang tua di kampungnya memiliki pandangan yang sama seperti orang tuanya dulu. Sehingga dengan sudut pandang yang benar, Marwan meyakini bahwa tidak akan ada lagi anak putus sekolah di masa depan seperti dirinya dulu.
Di tahun 2002, Marwan Hakim pun memasukkan doktrin pada anak-anak bahwa mengaji memang penting, tetapi belajar juga tak kalah penting. Menurutnya, seperti filosofi menangkap induk ayam, ketika anaknya sudah ditangkap, maka induknya pasti akan mengikuti.
Saat itu, ia membangun pesantren kecil di lahan seluas 35 meter persegi miliknya. Awalnya, pesantren ini hanya memiliki 3 orang murid. Namun Marwan tetap gigih menyebarkan semangat belajar di kampungnya.
Ia bahkan sampai rela mengantar jemput ketiga muridnya agar mereka tetap bisa bersekolah. Tak heran kalau sang ustad sampai dikira tukang ojek oleh masyarakat di luar Desa Aikperapa.
Seiring berjalannya waktu, anak-anak di kaki Gunung Rinjani ini semakin banyak yang berkumpul di rumah Marwan untuk belajar. Pun para orang tua yang sudah sukarela membiarkan anaknya menuntut ilmu dibanding bekerja di ladang dan menikah muda.
Berbekal tanah warisan seluas 6000 meter persegi, di tahun 2004 Marwan nekad membangun sekolah yang terdiri dari 3 ruang kelas. Selain itu, ia juga menggunakan modal dari hasil bertani sebanyak Rp 1.750.000 untuk membeli bahan bangunan. Sumbangan para orangtua pun ikut membantu sekolah gagasan anak pertama dari 11 bersaudara ini.
Di tahun yang sama, gedung sekolah impiannya pun telah berdiri meski kegiatan formalnya belum ada. Siswanya juga semakin mengantri untuk belajar sehingga membuat Marwan membutuhkan semakin banyak guru.