10 Ciri Disfungsional Family: Ketika Keluarga Menjadi Sumber Konflik
- freepik.com
Olret – Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap keluarga memiliki permasalahannya masing-masing. Adakalanya keluarga yang diharapkan menjadi sumber cinta dan kasih sayang justru menjadi sumber kecemasan. Jika seperti ini, maka keluarga tidak bisa menjalankan fungsinya secara optimal atau bisa disebut sebagai disfungsional family.
Penyebab disfungsi dalam keluarga bervariasi, seperti: masalah finansial; adanya riwayat disfungsi keluarga yang dialami oleh salah satu atau bahkan kedua orang tua; adanya riwayat kekerasan baik secara fisik, emosional, atau seksual; salah satu atau kedua orang tua dalam keluarga memiliki kecanduan narkoba, alkohol, atau judi; dan perilaku otoriter.
Melansir meaningful.me, berikut ada beberapa ciri-ciri dari keluarga disfungsional.
1. Kurang komunikasi
Anggota keluarga yang disfungsional biasanya memiliki masalah dalam hal komunikasi, karena mereka tidak tahu bagaimana berkomunikasi secara terbuka satu sama lain. Dalam keluarga disfungsional tidak tercipta lingkungan yang sehat untuk berdiskusi, anggota keluarga tidak saling mendengarkan. Komunikasi yang sering terjadi adalah berteriak atau berkelahi.
2. Kurang empati
Dalam keluarga yang disfungsional tidak ada cinta dan kasih sayang yang menyebabkan kurangnya empati anggota keluarga. Selalu ada hukuman untuk kesalahan yang dilakukan oleh anggota keluarga, terutama anak-anak. Ini menyebabkan anak ketakutan secara terus-menerus.
3. Rawan kecanduan
Anak-anak melihat orang tua mereka kecanduan narkoba, merokok atau alkohol, sering kali ikut menggunakan zat-zat tersebut saat dewasa.
4. Masalah kesehatan mental
Anak-anak yang tumbuh melihat orang tua atau saudara mereka menderita gangguan mental, sering tidak tahu bagaimana mengatasi atau berperilaku seperti orang dewasa. Mereka juga memiliki kecenderungan untuk menderita penyakit yang sama karena kecenderungan genetik.
5. Kontrol perilaku
Kadang-kadang orang tua yag terlalu mengontrol kehidupan anak-anak mereka justru akan menghambat kemampuan anak untuk tumbuh dan berkembang. Kontrol berlebihan juga dapat menyebabkan anak-anak meragukan dan tidak percaya dengan kemampuan mereka sendiri.
6. Perfeksionis
Orang tua sering memberi tekanan yang berlebihan pada anak-anak untuk berprestasi tanpa menyadari kalau tekanan yang diberikan telah memberi dampak negatif, seperti takut gagal dan tumbuh menjadi perfeksionis.
7. Kritik berlebih
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang disfungsional akan dikritik secara terus menerus, karena kekurangan atau kesalahan mereka. Orang tua dalam keluarga disfungsional sering merendahkan, menggurui, menghukum, dan menanamkan rasa tidak berdaya dan kurang percaya pada anak yang menyebabkan rendahnya harga diri.
8. Kurang privasi
Orang tua dalam keluarga disfungsional akan terus-menerus mengganggu privasi anak dan menekan kebebasan anak dalam mengambil keputusan. Orang tua akan memeriksa apa yang dilakukan anak setiap saat.
9. Tidak ada dukungan emosional
Tidak ada ruang yang aman bagi anak untuk mengekspresikan emosinya secara jelas dan positif. Anak-anak sering tumbuh kesepian atau terisolasi karena tidak adanya dukungan emosional dari orang tua.
10. Kekerasan dan pelecehan
Orang tua dalam keluarga yang disfungsional dapat menggunakan kekerasan terhadap anak, baik secara verbal, fisik, seksual, atau pun emosional. Situasi seperti ini menyebabkan anak-anak menganggapnya sebagai hal yang normal dan berpotensi menunjukkan perilaku yang sama di masa depan.
Discalimer! Artikel ini dibuat bukan untuk menghakimi orang tua, tapi untuk belajar dari apa yang belum kita ketahui di masa lalu, agar kita dapat me-reparenting diri sendiri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama pada anak kita di masa depan.