Apa 1 Mei Libur? Ini Sejarah Hari Buruh Internasional

Sejarah Hari Buruh Internasional
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Olret – Diperingati sebagai Hari Buruh Internasional, 1 Mei menjadi salah satu hari libur di seluruh dunia. 

Setelah cuti bersama karena lebaran, para pekerja akan kembali libur pada hari Senin 1 Mei 2023 besok. 

Melansir Viva.co.id, di Indonesia, untuk memperingati hari buruh, para buruh biasanya akan berunjuk rasa untuk menyuarakan hak-haknya. 

Menurut sejarah, unjuk rasa yang digelar di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886 ini adalah awal dari may day atau hari buruh.

Setelah unjuk rasa ini, kaum pekerja di seluruh dunia berhasil mengurangi waktu kerjanya hingga 8 jam per hari. 

Sejarah Hari Buruh Internasional

Para pekerja berjuang untuk mendapatkan hari kerja yang lebih baik. Bahkan, buruh-buruh yang memperjuangkan haknya ini telah dilakukan sejak awal sistem pabrik di Amerika Serikat.

Upah yang lebih tinggi, jam kerja, serta hak berorganisasi adalah tuntutan utama mereka dalam setiap unjuk rasa pada bos maupun pemerintah. Agar tuntutan ini dipenuhi, mereka pun melakukan pemogokan dini di negara tersebut. 

Namun, para pekerja justru mendapat eksploitasi serta tekanan jam kerja yang tidak manusiawi.

Sejak awal tahun 1800-an, para pekerja Amerika Serikat ini pun menolak untuk bekerja dari "matahari terbit sampai terbenam", atau hari kerja yang berlaku saat itu. 

Mereka mengeluhkan waktu kerja yang panjang selama empat belas, enam belas atau bahkan delapan belas jam sehari. 

Di persidangan konspirasi tahun 1806, para buruh yang melawan pemimpin pemogokan Cordwainers, diketahui telah bekerja 19 hingga 20 jam perharinya. 

Dalam tuntutannya, mereka meminta tuntutan eksplisit 10 jam hari kerja di pusat banyak industri. 

Philadelphia Mechanical Union adalah organisasi yang dianggap sebagai serikat pekerja pertama di dunia. Organisasi ini dibentuk dua tahun sebelum berdirinya pekerja Inggris, atau pemogokan pekerja konstruksi selama 10 jam sehari di Philadelphia pada tahun 1827.

Selama pemogokan kerja oleh tukang roti di New York pada tahun 1834, pengacara pekerja melaporkan bahwa para buruh telah mengalami menderita melebihi perbudakan di Mesir. 

Jam kerta 18- 20 jam sehari membuat mereka menuntut hingga pemerintah federal di bawah Presiden Van Buren mengeluarkan dekrit tentang jam kerja 10 jam per hari bagi semua orang di sektor pemerintahan.

Decade selanjutnya, mereka kembali menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari.

Konfederasi Industri Terorganisir dan Serikat Buruh (kemudian menjadi Federasi Buruh Amerika, atau AFL) akhirnya mengadakan konvensi di Chicago di tahun 1884. FOTLU pun mengabulkan permintaan mereka dengan menyatakan "delapan jam harus menjadi hari kerja yang sah setelah 1 Mei 1886."