Menengok Sejenak Suku Baduy, Desa Adat Pelestari Budaya Indonesia

Menengok Sejenak Suku Baduy
Sumber :
  • Viva/Idris Hasibuan

Olret – Terletak di ujung barat Pulau Jawa, tepatnya di Provinsi Banten, terdapat sebuah desa dengan kearifan lokal yang masih sangat kental. Tidak sedikit orang yang mengunjungi desa ini, entah sekadar liburan, menghilangkan penat hidup di perkotaan atau hanya sekadar untuk berdamai dengan diri sendiri.

11 Sisi Lain Keelokan Kabupaten Garut yang "Sayangnya Minta Ampun" Dilewatkan

Di sini kamu bisa mengenal kebudayaan masyarakat Baduy dengan lekat. Mereka begitu ramah dengan para pengunjung. Kamu boleh menginap dan bersosialisasi dengan warga sekitar dengan leluasa, kecuali satu hal. Tidak boleh menggunakan gawai ketika berada di desa Baduy Dalam ini.

Jika kamu dari Jakarta, kamu bisa menggunakan KRL dari Tanah Abang Menuju Rangkas Btung, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan angkot menuju Ciboleger. Setelah sampai Ciboleger, kamu harus tracking kurang lebih 3,5 jam untuk bisa memasuki kawasan desa adat Baduy Dalam. Bagi kamu yang penasaran cerita perjalanan saya, simak yuk trip Olret Liburan berikut.

Di Temani Dengan Commuter Line Dari Tanah Abang, Berdiri Dengan Penuh Khidmat Sambil Ngobrol Ngadol-Ngidul. Kisah Perjuangan Perjalanan Ke Suku Baduy Sah Di Mulai.

5 Hal Menarik yang Bisa Kamu Lakukakan di Farm House Lembang

Menengok Sejenak Suku Baduy

Photo :
  • Viva/Idris Hasibuan

Sebenarnya trip ini merupakan ajang kenalan dan mendapatkan teman baru sesama bloggrer. Trip ini di atur dengan teliti oleh Bang Rumi dari kemana-lagi.com. Singkat cerita, di hari keberangkatan kami pun bertemu di stasiun Tanah Abang. Lalu bertemu dengan peserta lain dan kenalan lalu akrab sebagian dan sebagian lagi asyik dan sibuk dengan kelompok-kelompoknya masing-masing.

Gunung Putri Lembang, Spot Terbaik Menikmati Sunrise di Bandung Barat

Dua jam labih, kaki ini berdiri dari stasiun Tanah Abang sampai dengan Stasiun Rangkas. Waktu yang lama bukan, tapi tenang saja. Bertemu dan berbagi pengalaman dengan orang yang baru dikenal itu suatu kenikmatan tersendiri. Jadi waktu tak terasa, semua berlalu begitu saja. Sehingga akhirnya sudah sampai ke stasiun rangkas.

Katanya Mengakrabkan Diri Di Perjalanan Itu Asyiknya Tiada Tara, Dan Rasakan Sensasinya Naik Angkot Dengan Jalanan Penuh Gajlukan. Sensasi Ingin Mual Dan Menikmati Obrolan Menyatu Menajdi Satu.

Selamat datang di suku baduy

Photo :
  • Viva/Idris Hasibuan

Rasa lelah dan kaki yang pegal bukanlah akhir dari perjuangan menuju suku baduy ini. Setelah istirahat sejenak, kami pun masih melanjutkan perjalanan dengan angkot yang sudah di sewa. Di mulai dengan jalanan kota yang mulus sejenak, namun tak lama kemudian jalanan mulai berangsur menjadi banyak lobang dan gajlukan.

Menit demi menit berlalu, rasa kantuk menyatu dengan rasa lelah di angkot. Namun di lain sisi, obrolan dan berbagi pengalaman traveling peserta lainnya sangat menarik untuk di simak. Dan sesekali juga sangat asyik untuk di komentari. Sehingga akhirnya dua jam berlalu, kami pun sampai di sebuah lokasi yang menandakan suku baduy ada di sini.

Anak-Anak Baduy yang Ramah Serta Orang Tua yang Tak Begitu Banyak Bicara, Perjalanan Menuju Suku Baduy Ini Selangkah Semakin Dekat.

Peserta open trip eskplore baduy

Photo :
  • Viva/Idris Hasibuan

Langkah kaki pun dengan sendirinya turun dari angkot menandakan kami sudah sampai di Gerbang masuk menuju Suku Baduy. Beberapa anak suku baduy sudah menunggu kedatangan para pelancong dengan pakaian khas adatnya. Meski sebagian tidak begitu fasih dengan bahasa Indoensia, namun tenang saja ada kok sebagian yang bisa karena memang sudah terbiasa membawa para pelancong.

Setelah semua berkumpul, kami pun diberikan sedikit wejangan tentang suku baduy oleh tim leader dari open trip dan bertemu langsung dengan akang dan mamang dari suku baduy sebagai tour guide. Memasuki gerbang selamat datang, 3-5 menit kemudian kami disuguhkan dengan keanggunan cewek-cewek suku baduy luar yang sedang menenun. Salah satu daya tarik suku baduy di mulai dari gadis-gadis geulis yang memanjakan para traveler.

Kami pun masih semangat melangkahkan selangkah demi selangkah kaki ini. Awalnya semua berjalan lancar karena jalanan masih standar, ada tanjakan sedikit dan turunannya juga. Sehingga akhirnya perjalanan pun semakin menanjak dengan bebuktian. Meski keindahan alam baduy luar menjadi teman perjalanan, ada rumah warga, sungai dan perkebunannya juga.

Puluhan menit dan bahkan sudah lebih dari 1 jam lebih berjalan kaki. Satu per satu peserta mulai berpisah sesuai dengan kecepatan masing-masing. Semuanya berjalan sesuai dengan kemampuan masing-masing, namun tenang saja karena masih ada tour guide di belakang yang menjadi swiper.

Perjalanan Panjang dan Melelahkan Semakin Terasa, Dari Tanjakan Cinta Hari Semakin Sore. Meski Lelah Melanda, Namun Tujuan Sampai di Baduy Dalam Menjadi yang Utama.

Anak-Anak Suku Baduy Bersama Admin Kemana-lagi.com

Photo :
  • Viva/Idris Hasibuan

Terik mentari kini berganti dengan sunyi, cahaya yang begitu pekat dan panas di kepala kini sudah menjadi lebih tenang. Namun jalanan yang di tempuh semakin sulit saja, ada yang mulai putus asa dan sesekali mengeluh. Ada juga yang tetap semangat sambil mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang ada.

Salah satu jalanan yang paling melelahkan adalah tanjakan cinta. Sebuah tanjakan dengan kemiringan hampir 80 derajat. Meski tidak begitu panjang, tetap saja membuat kaki pegal dan otot kaku, namun setelahnya jalanan sudah mulai landai dan cenderung menurun.

Dan pada akhirnya satu per satu, kami pun sudah sampai di sebuah desa yang bernama desa Cibeo. Sebuah desa yang tak mempunyai penerangan yang memadai, penuh peraturan dengan tujuan yang mulia yaitu tetap melestarikan budaya yang ada.

Menikmati Malam yang Syahdu di Suku Baduy Dalam. Perasaan Menyatu Dengan Alam dan Hawa Panas Ditemani Obrolan Dengan Warga Baduy.

Sungai di Suku Baduy

Photo :
  • Viva/Idris Hasibuan

Anak-anak suku baduy dalam ini sangat cantik dan menggemaskan. Mereka juga sangat ramah meski terhalang komunikasi. Kami pun melewati malam istimewa bersama suku baduy, di awali dengan mandi di sungai atau sebuah pancuran ala curug.

Bintang di langit terlihat begitu jelas dan cahaya bulan menjadi salah satu sumber penerangan yang ada. Dan tentu saja ada lampu khas juga yang dibuat secara tradisional. Lalu kami pun mengakrabkan diri dengan makan malam bersama dengan lauk apa adanya. Ini bukan perihal makanan yang mahal dan enak, melainkan rasa bersama dalam kesederhanaan menjadi sebuah pelajaran penting.

Lalu sesama traveler, kami juga tak lupa untuk saling mengobrol sebelum tidur di suasana hangatnya malam hari di hutan. Saya juga sebenarnya bingung, kenapa malam hari disini justru terasa panas dan tidak dingin. Hawa terasa dingin hanya di pagi hari.

Suara Ayam Sayup-Sayup Berkokok, Menandakan Pagi Pun Mulai Tiba. Dan Saatnya Melanjutka Destinasi Berpetualang di Suku Baduy Dalam.

Jembatan Akar Suku Baduy

Photo :
  • Viva/Idris Hasibuan

Setiap pertemuan selalu diakhiri perpisahan bukan? Begitu juga dengan warga baduy dalam, di lepaskan oleh hangatnya sang mentari. Kami pun memutuskan untuk pulang dan melanjutkan perjalanan. Oh iya, untuk jalan pulang sendiri tidak sama dengan jalan awal kami datang.

Kami juga masih diantar oleh para tour guide dari suku baduy. Kaki melangkah pelan-pelan, dari jalanan datar, menanjak bahkan ada juga tanjakan sulit. Semuanya di lalui dengan penuh semangat meski sesekali rasa lelah tetap menghantui.

Sehingga akhirnya, kami pun ketemu dengan salah satu keunikan destinasi wisata alam baduy. Sebuah jembatan akar yang berumur puluhan tahun dan di bawahnya ada sungai mengalir dengan warna hijau pekat. Kami pun tak lupa untuk mengabadikan momen di jemabatan akar tersebut.

Dan saya beserta dua orang lainnya juga bermain di dalam sungai serta melompat dari batu yang ada. Sedangkan yang lainnya memilih santai dan hanya istirahat karena lelah. Saya memang termasuk orang yang tak kenal lelah jika itu berurusan dengan eskplore, apalagi sudah ada destinasi di depan mata. Rasanya rugi sekali.

Singkat cerita, kami pun sudah sampia di gerbang di cijahe, gerbang pulang kami menuju jakarta. Ada rasa haru yang mendalam, ada rasa ingin kembali juga seketika. Namun lambat laut, ucapan perpisahan menjadi hal yang terbaik untuk mengakhiri sebuah perjalanan bukan?