Ma, Pa. Maafkan Anakmu Yang Belum Bisa Membanggakanmu
- unsplash.com/@odiin
Olret – “Terimakasih sudah membesarkanku dan memberikan segalanya. Maaf, jika sampai kini belum ada kesuksesan yang bisa aku berikan”
Tak terasa umur sudah hampir menginjak usia 30 tahun, semua pendidikan yang diperjuangkan, dibiayai dan diharapkan oleh orang tua juga sudah terlewati. Dengan hasil yang entah memuaskan hati atau tidak, tapi nyatanya belum membawa perubahan yang signifikan ke arah sukses dalam hidup.
Sebagai anak pertama dalam keluarga yang mendapatkan cinta pertama kali. Sungguh, aku malu setiap kali harus pulang ke rumah. Malu, karena seharusnya aku bisa menjadi contoh yang sukses untuk adik-adikku. Malu, karena tidak bisa membantu apa saja dengan gelar atau predikat yang kini aku sandang. Karena belum bisa meringankan beban orang tua meski itu hanya sedikit saja.
Mungkin karena itulah, sering sekali aku merasa menjadi anak yang gagal, khususnya gagal dalam memenuhi harapan orang tua dan membanggakan mereka sebagaimana seharusnya.
Jadi, aku masih berdiri di sini dan tak berani pulang ke kampung halaman. Masih di sini dengan harapan hidup yang lebih baik bersama kertas-kertas lamaran kerja yang berserakan. Ma. Pa, maafkan anakmu karena belum memiliki sesuatu yang special untuk dibanggakan. Namun, tolong tetap doakan langkahku ini agar segera mewujudkan mimpi dan segala harapan.
“Sungguh Aku Rindu Pulang dan Kampung Halaman. Rindu Memeluk dan Mencium Tangan Orang Tua. Namun, Jika Pulang Tak Membawa Kesuksesan Dari Tanah Rantau. Aku Takut Hanya Akan Menjadi Beban Atau Olokan”
Dulu, saat pertama kalinya aku meminta ijin untuk menimba ilmu dan mengubah nasib sampai ke pulau seberang. Masih teringat dengan jelas, doa dan tangisan Ibu Bapak saat mengantarkan kepergiaan. Kalian melepas anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang ini, dengan keyakinan jika aku pulang nanti akan membawa kebanggaan dan kesuksesan.