Tetaplah Hidup dengan Pundak yang Kokoh
- Pexels/Jeffrey Czum
Olret – Kelahiran adalah awal pertemuan manusia dengan manusia lainnya. Di hari kelahiran, kisah seseorang akan dimulai.
Hari Kelahiran juga menjadi waktu suka cita bagi sebagian orang. Di hari itu mereka menangis. Namun bukan karena bersedih.
Kehadirannya di Bulan Ini
Dahulu sekali, tepat di bulan ini
Banyak harap telah dipupuk
Banyak doa yang terdengar
Banyak senang dalam rengkuhan
Dahulu sekali, tepat di bulan
Jerit tangis penanda hidup, terdengar begitu indah
Gerak sendi penanda sempurna,
Dan degup jantung penanda ada
Melepas lega dan menuntun bibir berucap syukur
Kami mengingatnya, selalu
Demikian juga saat ini
Telah banyak tanggal yang berulang, tetapi tidak akan pernah sama
Telah banyak waktu yang lepas dan mengajarkan
Telah banyak waktu yang tak kembali dan mengukir sesal
Telah banyak waktu yang terbuang dan meminta kenang
Kini, tetaplah hidup dengan pundak yang kokoh
Tetaplah berangan dan bercita yang besar
Tuhan bersamamu
Jangan pernah merasa ragu
Ada Apa dengan Bulan Juli?
Dear, Juli
Semerbak harum dan kelopak bermekaran memenuhi
Tidak hujan, memang
Tetapi tamanku begitu subur
Menarik kupu-kupu dan kumbang bercengkerama
Dear, Juli
Pesan-pesan damai mengudara
Ada apa dengan bulan Juli?
Kado-kado tak bertuan berserakan
Ada apa dengan bulan Juli?
Dear, Juli
Nyatanya, hidup tetaplah hidup
Suntikan riang tak selamanya tergenggam
Ledakan tawa tak selamanya direngkuh
Dear, Juli
Kau membuatku mati
Racun-racun menggerogotiku
Iblis tak senang melihat damai, tentunya
Setan-setan menari di sekeliling
Pekikannya membuat telingaku berdenging
Dear, Juli
Hapus sesuatu yang tak perlu kusimpan
Buang sesuatu yang berlabel sampah
Lupakan semua yang tak pasti
Dear, Juli
Usir iblis-iblis itu
Sembuhkan semua cacat
Buang semua racun
Dekap aku penuh kasih
Kebencian
Dan aku membenci ketika ia tak berhasil terusir
Senyumnya tetap semanis madu
Bertingkah bodoh dengan pura-pura hidup
Dan aku membenci ketika ia tak berhasil terasing
Tawanya menghidupkan orion
Berjalan menyusuri fatamorgana
Dan aku membenci ketika ia tak berhasil hidup
Menyusun ceceran sandi terlalu menjemukan
Nyaris sempurna lalu ia beterbangan bagai debu
Dan aku membenci semua pinta yang tak bertuan
Melumpuhkan syaraf kesadaran
Bertelanjang kaki menjemput sentuhan