Kala Hatiku Terluka, Berharap Kamu Datang Mengobatinya Tapi Nyatanya Hanya Menambah Luka
- https://www.pexels.com/photo/woman-wearing-teal-dress-sitting-on-chair-talking-to-man-2422280/
Olret – Aku yang ahli berpura-pura, atau kamu yang terlalu ahli menanamkan luka? Rupanya bepura-pura tak semudah yang kukira. Kusuruh hati menyabarkan diri, meski dengan cara itu juga ia melukai.
Menurut teoriku, bicara takkan membuat semuanya jadi lebih tertata. Jika teori itu salah, anggaplah pikiran ini sedang berulah. Pilihanku sepertinya hanya ada dua, pilih luka dengan menutup mata berpura tidak ada apa-apa atau luka dengan membeberkan semuanya? Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi nanti.
Aku tak mau menyebut ini perasaan rahasia, meski memang ada hatiku yang diam-diam telah tersia-sia. Selalu kuingat satu hal, kita akan diberikan yang terbaik jika kita memberi yang terbaik pula.
Namun, tak pernah ada peringatan bahwa memberi yang terbaik juga termasuk mengorbankan rasa. Ingin kuyakini ini hanya sementara, dan Tuhan tak mungkin memberi kesusahan jika aku tak cukup kuat menerima. Maka biar rasa ini kutelan pelan-pelan. Biar sedih ini aku saja yang merasakan, sebab luka tak semestinya kubagi-bagikan.
Bukankah sebagian daripada hidup ini adalah sandiwara? Dan untuk kali ini, akulah sang pemeran utama. Ada sedih yang kupendam rapat-rapat.
Ada pedih yang kugenggam erat-erat. Hingga mereka pikir aku adalah sosok yang kuat. Nyatanya tidak. Ada sesuatu di dalam aku yang perlahan-lahan mulai runtuh. Ada sesuatu di dalam aku yang perlahan-lahan mulai meretak, dan mungkin sebentar lagi akan hancur. Ada sakit hati yang tertahan, dan entah kapan akan tersalurkan.
Di layar kaca penuh pura-pura ini tersusun skenarioku tersenyum bahagia. Diantara tak rela juga tak tega. Aku sudah terbiasa menahan tangis sambil tersenyum manis. Kamu tidak pernah tahu bukan? Kuharap ada polisi rasa yang bisa memborgol metode pura-pura itu ke penjara. Suruhlah para polisi itu menahannya, agar jangan aku lagi yang jadi tahanannya.