Dua Korban Meninggal Akibat Kebengisan G30S PKI yang Tidak Dianugerahi Gelar Pahlawan Revolusi
- istimewa
Olret VIVA –Kebengisan aktifis Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dibantu resimen Tjakrabirawa melakukan gerakan kudeta pada 30 September 1965 malam (dikenal sebagai G30S PKI), menyebabkan gugurnya enam perwira tinggi dan satu perwira pertama tentara Angkatan Darat, serta satu bintara polisi.
Delapan orang yang gugur karena G30S PKI diberikan penghormatan dengan gelar Pahlawan Revolusi melalui Ketetapan Presiden Nomor 111/KOTI/1965, serta Ketetapan Presiden Nomor 114/KOTI/1965.
Pahlawan Revolusi yang wafat karena gerakan kudeta PKI di Jakarta, yaitu
- Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani, Menteri/Panglima Angkatan Darat
- Letnan Jenderal TNI (Anumerta) Raden Soeprapto, Deputi II/Menpangad
- Letnan Jenderal TNI (Anumerta) Mas Tirtodarmo Haryono, Deputi III/Perencanaan dan Pembinaan Menpangad
- Letnan Jenderal TNI (Anumerta) Siswondo Parman, Asisten I/Intelijen Menpangad
- Mayor Jenderal TNI (Anumerta) Donald Izacus Panjaitan, Asisten IV/Logistik Menpangad
- Mayor Jenderal TNI (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo, Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Militer Angkatan Darat
- Kapten Czi.(Anumerta) Pierre Andries Tendean, ajudan Menko Hankam/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Abdul Haris Nasution
- Ajun Inspektur Polisi Dua (Anumerta) Karel Sadsuitubun, pengawal Wakil Perdana Menteri Johannes Leimena
Selain delapan Pahlawan Revolusi tersebut ada dua orang korban yang kehilangan nyawa akibat gerakan kudeta PKI di Jakarta, yaitu Ade Irma Suryani Nasution dan Alberth PH Naiborhu.
Ade Irma Suryani adalah putri bungsu Menko Hankam/KASAB Abdul Haris (AH) Nasution.
Batalyon Kawal Kehormatan I Resimen Tjakrabirawa yang dipimpin Pelda Jahurup gagal menculik Jenderal AH Nasution yang berhasil melarikan diri dengan melompati tembok Kedubes Irak yang berada di samping rumahnya.
Anggota Tjakrabirawa beberapa kali melepaskan tembakan di rumah AH Nasution, dan mengenai Ade Irma Suryani yang sedang digendong Mardiah (adik kandung AH Nasution).
Ade Irma Suryani Nasution yang saat itu masih berusia 5 tahun 7 bulan terkena tiga tembakan peluru di bagian punggung. Sedangkan Mardiah kena dua peluru di tangan.
Setelah gagal menangkap AH Nasution, pasukan Tjakrabirawa lalu menculik Pierre Tendean yang kemudian dibunuh di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Ade Irma Suryani Nasution yang terluka parah mendapat penanganan medis di RSPAD Gatot Subroto, namun nyawanya tidak tertolong.
Ade Irma Suryani wafat pada tanggal 6 Oktober 1965, dimakamkan di kawasan Kebayoran Baru, samping kantor walikota Jakarta Selatan.
Alberth Naiborhu saat tidur di kamar bawah rumah berlantai dua kediaman DI Panjaitan, terkena lima peluru yang ditembakkan membabi-buta oleh pasukan Tjakrabirawa dipimpin Sersan Mayor Soekardjo.
Alberth Naiborhu adalah keponakan DI Panjaitan yang sedang mengenyam pendidikan tinggi sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Alberth adalah putra dari Julia Panjaitan (kakak kandung DI Panjaitan) dengan Th. Naiborhu.
Setelah tertembak, Alberth Naiborhu sempat mendapatkan perawatan intensif di RSPAD Gatot Subroto, namun akhirnya wafat pada 5 Oktober 1965.
Alberth Naiborhu kemudian mendapatkan kehormatan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata berdampingan dengan Pierre Tendean dan pamannya DI Panjaitan.
Walau begitu, Alberth Naiborhu dan Ade Irma Suryani yang wafat karena kebengisan G30S PKI tidak/belum dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi.
Viktor Naiborhu, juga ikut tertembak saat Tjakrabirawa melakukan penculikan di rumah DI Panjaitan.
Nyawa Viktor Naiborhu selamat, tapi dia menderita cacat permanen dan lumpuh seumur hidupnya.
Setelah peristiwa gerakan kudeta 30 September, Partai Komunis diberangus oleh tentara dan masyarakat.
Ratusan ribu orang yang diduga sebagai pendukung komunis dihukum mati atau dipenjara. Paham komunis dilarang di Indonesia hingga saat ini.