Kisah Nyata: Curhatan Seorang Guru yang Jauh dari Kata Mapan
- U-Repot
Oooh.. aku terharu. Terima kasih, sayang..
Sebenarnya masih banyak lagi yang aku alami selama tiga tahun menjadi guru tapi aku rasa pengalamanku menjadi guru masih tidak ada apa-apanya tetapi setidaknya aku pernah mengalami itu semua. Aku pernah menjadi wali kelas untuk siswa autis dan ADHD, anak broken home, yatim, yatim piatu, dan anak dari kalangan ekonomi sangat rendah.
Satu hal yang aku syukuri, bahwa semua ilmu aku yang dapatkan selama kuliah di Pendidikan Tata Boga UNJ tidak terbuang sia-sia. Aku bisa menerapkan ilmu mikrobiologi, ilmu gizi, ilmu pengolahan aneka makanan, ilmu komunikasi, ilmu kependidikan, dan ilmu psikologi. Bahkan aku harus belajar lebih dalam lagi tentang ilmu pendidikan, ilmu menjadi guru, ilmu psikologi baik itu psikologi anak, psikologi pendidikan, maupun manajemen psikologi pribadi.
Intinya, guru bukanlah makhluk sempurna, guru juga manusia biasa seperti kalian.
Bolehkah aku titip pesan pada pemerintah?
Kalo menteri kesehatan harus wajib dari lulusan dokter, maka menteri pendidikan dan wakilnya juga wajib harus dari kalangan pendidik. Mereka harus punya gelar S.Pd (B.Ed), M.Pd, PhD. Ed, yang semuanya sebidang (bidang pendidikan) tanpa melenceng atau alih program ke master bisnis atau doctor bidang ekonomi dan sebagainya. Itu semua agar pendidikan di Indonesia dapat bangkit dan pemerataan pendidikan tidak hanya dijadikan sebagai wacana dalam sebuah surat kabar semata serta kesejahteraan guru dapat ditingkatkan.
Hanya ini yang bisa aku katakan saat ini.