Marwan Hakim, Bapak Pendidikan di Pelosok Gunung Rinjani yang Sering Dikira Tukang Ojek

Marwan Hakim
Sumber :
  • www.satu-indonesia.com

Olret – Berawal dari kekecewaan Marwan Hakim yang putus sekolah karena terhimpit biaya, muncul ide mulia untuk membangun sekolah sendiri di kampungnya. Bermodalkan keikhlasan, silaturahmi, serta bantuan masyarakat sekitar, Marwan Hakim akhirnya berhasil mendirikan SMP dan SMA pertama di Aikperapa, Kecamatan Aikmel, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

21 tahun yang lalu, jauh sebelum teknologi berkembang secanggih sekarang, banyak wanita muda di Desa Aikperapa yang setiap pagi sibuk mengurus bayi. Sementara yang laki-laki, sejak subuh sudah pergi untuk mengurus ladang. Pemandangan ini adalah hal lumrah di kampung tersebut.

Desa yang terletak di kaki Gunung Rinjani ini berjarak 25 km dari ibu kota kabupaten. Sehingga tidak hanya indah, tetapi Desa Aikperapa juga kaya akan Sumber Daya Alam yang subur, cocok untuk bertani dan berternak.

Akibat letaknya yang terpencil, masyarakat Desa Aikperapa masih kurang melek akan pendidikan. Bahkan, alih-alih mengenakan seragam untuk bersekolah, mereka lebih mementingkan menikahkan anak sebelum berusia 15 tahun agar tidak menjadi aib keluarga.

Hal ini tentu berbeda dengan yang terjadi di Mataram. Di era yang sama, remaja berusia belasan tahun masih sibuk belajar, bermain, dan ikut berbagai ekstrakurikuler, tanpa dipusingkan oleh tuntutan hidup yang pelik di usia belia.

Kesenjangan pendidikan dan kesadaran masyarakat di ibu kota provinsi dengan desanya ini pun mengusik Marwan Hakim. Tidak hanya itu, penduduk lokal desa Aikperapa juga masih banyak yang terbentur masalah finansial untuk bersekolah. Bahkan, ia adalah salah satu korban drop out akibat minimnya biaya untuk mengentaskan pendidikan di bangku SMA.

Berawal dari keresahan serta kekecewaan yang dialaminya saat kelas XI, saat itu Marwan ingin mengentaskan buta huruf dan memajukan pendidikan di Desa Aikperapa.  

Ia tidak ingin anak-anak di desanya harus mengalami kesulitan yang dulu ia rasakan. Hanya untuk belajar saja, dulu Marwan harus berjalan kaki cukup jauh karena tidak ada sekolah formal di kampungnya.