Kisah Nyata: Curhatan Seorang Guru yang Jauh dari Kata Mapan
- U-Repot
Aku bisa bersikap seperti itu karena setiap guru pasti mempunyai penilaian terhadp seluruh murid-muridnya terutama yang guru yang menjadi wali kelasnya. Aku juga begitu, punya peta perilaku. Aku memetakan mereka menjadi beberapa golongan, seperti golongan genius skill, genius academic, golongan ember, golongan ABK, dan lain-lain.
Lain halnya dengan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Anak berkebutuhan khusus disini bukanlah anak dengan kelainan fisik tetapi anak yang terlahir dengan gangguan psikomotorik, seperti autism, down syndrome, ADHD, dan lain-lain. Mereka memang terlahir secara spesial nan istimewa. Ketika mereka sudah tantrum, aku harus berpikir cermat bagaimana caranya meredakan “tantrumnya” tanpa melukai dirinya sendiri dan teman-temannya. Beruntung, mereka tidak pernah melukaiku. Alhamdulillah…
Konsultasi Juga Kadang diperlukan, Tapi . .
Untuk anak-anak seperti ini aku juga memberikan sedikit konseling pada orang tuanya dalam hal makanan karena ada beberapa bahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita autis dan ADHD. Konsultasi aku berikan secara hati-hati tanpa bermaksud menggurui dan melukai hati sang orang tua karena mereka tidak pernah membawa anaknya terapi atau bahkan konsultasi ke psikolog. Mungkin karena keterbatasan ekonomi. Aku paham akan hal itu.
Bukan hanya itu, aku pernah menemukan bahwa muridku sepertinya mengidap speech delay dan dysleksia. Aku katakan hal itu pada orang tua mereka bahwa anak-anak mereka sepertinya harus diperiksakan ke psikolog anak. Aku berani mengatakan hal itu setelah aku melakukan riset kecil berdasarkan buku dan diskusi dengan beberapa temanku yang seorang psikolog dan dokter. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang menerima saranku. Sesuai perkiraanku.
Itu adalah bagian dukanya. Bagian sukanya adalah saat aku didatangi oleh muridku yang telah lulus sambil membawa sekotak besar kue yang diberikan khusus untukku. Bukan kuenya yang membuatku berkesan, tapi dia mengingatku padahal aku tidak mengingatnya. Dia lulus dua tahun lalu tapi masih mengingatku.
Ceritanya saat itu aku pergi dinner dengan rekan-rekanku di sebuah mall di kawasan GBK setelah menyelesaikan hari kedua workshop tentang gizi remaja dan dewasa dari kementrian kesehatan RI.
Kami bosan dengan makanan yang disajikan hotel sehingga memilih makan di luar. Saat itu katanya dia melihatku dan langsung mempersiapkan sebuah kue yang sudah dia buat untuk dijual di toko kue tempat dia bekerja tapi karena dia melihatku maka dia langsung berniat memberikan kue itu padaku.