Gen Z Pemilih Cerdas Bukan Yang Fomo

Pemilu 2024
Sumber :
  • Detikjatim

Olret –Generasi Z mungkin akan merasa tertinggal jika mereka tidak berpartisipasi aktif dalam pemilu, banyak Generasi Z yang tertarik dengan isu-isu politik dan ingin terlibat dalam kampanye atau gerakan sosial dalam pemilu 2024. Ketidak terlibatannya Generasi Z dalam aktivitas ini mungkin bisa menyebabkan perasaan ketinggalan dalam diri mereka.

Fomo Terhadap Partisipasi Generasi Z Dalam Pilkada 2024

Namun, dengan tingginya penggunaan media sosial di kalangan Generasi Z, mereka dapat lebih mudah untuk mengakses berbagai informasi dan kampanye politik yang sedang ramai diperbincangkan. Dengan mereka sering melihat teman atau influencer yang mereka sukai aktif dalam diskusi politik pun bisa menyebabkan FOMO bagi mereka yang awalnya tidak peduli akan kondisi politik di Indonesia. 

Sebab FOMO merupakan perasaan cemas yang muncul ketika seseorang mengkhawatirkan dirinya akan kehilangan kesempatan, pengalaman, atau informasi yang mungkin bermanfaat atau menarik dan harus mereka ketahui.

Generasi Z Dalam Mendorong Ekonomi Digital

Maka dari itu Gen Z mendorong peningkatan media digital juga harus diiringi dengan peningkatan kapasitas masyarakat yang mumpuni sehingga penggunaan media digital dengan bijak dan tepat guna agar tidak terjadi hal-hal yang berdampak negatif ketika menggunakannya.

Jika banyak orang di sekitar mereka, seperti teman atau kelompok sosial yang terlibat aktif dalam pemilu, Generasi Z pasti merasa mendapatkan dorongan untuk ikut terlibat agar tidak ketinggalan percakapan atau kegiatan bersama. FOMO dalam konteks pemilu dapat menimbulkan berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun negatifnya.

Peluang Investasi Pada Generasi Z

Dampak Positif

1. Tingginya Partisipasi Generasi Z

FOMO dapat mendorong lebih banyak Generasi Z ikut serta dan berperan aktif dalam memperbincangkan pemilu, karena mereka mungkin merasa tidak ingin ketinggalan momen penting yang dapat berpengaruh untuk kebijakan publik dan masa depan mereka nantinya.

Generasi Z Lebih Sadar Politik

Hal ini dapat meningkatkan kesadaran dan ketertarikan Generasi Z terhadap isu-isu politik mengenai atau bahkan yang dibuat oleh para kandidat pemilu 2024, yang pasti dapat menambah pengetahuan dan wawasan mereka mengenai kondisi politik Indonesia sekarang.

3. Terbentuknya Mobilisasi Sosial

Media sosial yang dapat memicu FOMO juga bisa menggerakkan Generasi Z untuk lebih aktif dalam mengikuti kampanye dan acara-acara politik, sehingga terciptanya komunitas politik yang lebih aktif.

Dampak Negatif

FOMO (Fear of Missing Out) dalam konteks pemilu pasti memiliki dampat negatif bagi Generasi Z, beberapa dampaknya sebagai berikut :

1. Menciptakan Generasi Z yang Lebih Suka Ikut-Ikutan

Rasa takut ketinggalan dalam diri Generasi Z, dapat menyebabkan pemilih membuat keputusan impulsif tanpa melakukan riset yang cukup. Mereka cenderung lebih termotivasi untuk ikut dalam pemilu 2024 karena ingin mengikuti tren atau partisipasi sosial yang dilakukan teman-teman mereka. Banyak dari mereka yang merasa terdorong untuk memilih agar tidak ketinggalan dalam diskusi atau pengalaman yang dibagikan di media sosial. Bahkan, ketika teman atau influencer mereka aktif mendukung calon tertentu, Generasi Z bisa terpengaruh untuk mengikuti pilihan tersebut, bahkan tanpa mempertimbangkan sepenuhnya.

2. Generasi Z Terdampak Polarisasi

FOMO dapat membuat Generasi Z menjadi lebih terpolarisasi, di mana mereka merasa tertekan untuk memilih kandidat tertentu dan menolak atau mengkritik pandangan atau pilihan kandidat yang berbeda. Sehingga terbentuk sebuah kelompok tertentu yang merasa lebih dominan yang dapat menciptakan kesenjangan antara mereka yang setuju dan yang tidak. Ketika Generasi Z terlibat dalam diskusi politik di media sosial dapat meningkatkan ketegangan, karena sering kali mengarah pada debat yang emosional dan tidak konstruktif.

Mengganggu Kesehatan Mental Para Generasi Z

FOMO memiliki dampak positif dan negatif dalam konteks pemilu, karena dapat mempengaruhi cara orang berpartisipasi dan membuat keputusan politik. Generasi Z yang selalu terdorong dengan keinginan untuk diterima dan tidak ketinggalan, ingin merasa lebih terlibat dalam pemilu baik hanya untuk ikut mengungkapkan opini atau sekedar mengikuti tren. FOMO dalam pemilu dapat diatasi dengan mendorong partisipasi yang informatif dan bermakna dalam pemilu agar membuat keterlibatan Generasi Z didasarkan pada pemahaman dan minat yang tulus, bukan hanya untuk tren semata.

Pada akhirnya, semuanya kembali lagi pada Gen Z, apakah mereka mau terus-menerus disebut sebagai generasi FOMO politik, atau menjadi generasi yang melek politik. Jika mereka ingin serius terbebas dari “virus” tersebut, mereka harus segera melakukan vaksinasi, melalui literasi politik. Ini perlu dilakukan, agar “virus” FOMO politik tidak lagi menjangkiti generasi-generasi selanjutnya.

Sayangnya, antusiasme itu tidak dibarengi dengan sikap kritis. Rata-rata Gen Z memilih calon pemimpin yang dianggap relate dengan kehidupan mereka, meskipun gagasannya nol besar. Ada juga yang memilih karena sekadar ikut-ikutan. Mereka memilih kandidat mengkuti suara mayoritas, meski mereka tidak tahu apa visi misi kandidat yang mereka dukung.