Jeni-Jenis Air dan Hukumnya Dalam Islam, Apa Saja?

Jeni-Jenis Air dan Hukumnya Dalam Islam
Sumber :
  • freepik.com

OlretAir merupakan salah satu dari dua sarana penting untuk bersuci; membersihkan diri dari segala bentuk hadas dan najis. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi setiap muslim untuk mengetahui beberapa hukum yang berkaitan dengan air yang boleh
digunakan untuk bersuci.

1. Air Suci

Dear Jodoh, Maafkan Aku Yang Belum Bisa Menemukanmu

Jeni-Jenis Air dan Hukumnya Dalam Islam

Photo :
  • freepik.com

Pada dasarnya, air yang dapat dipakai untuk bersuci adalah air yang masuk dalam kategori “Thahur” yaitu air suci lagi menyucikan. Air kategori ini adalah setiap jenis air yang masih berada dalam kondisi asalnya dan tidak mengalami perubahan, baik berasal dari langit seperti air hujan, cairan salju, dan embun, maupun berasal dari tanah atau yang mengalir
di permukaan bumi, seperti air laut, air sungai, air mata air, dan air sumur.

Mengapa Dilarang Menambahkan Air Sebagai Pengganti Cairan Radiator?

Allah Ta’ala berfirman, “Dan Dia [Allah] menurunkan air dari langit untuk menyucikan kalian.” [QS. Al-Anfaal: 11].

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

5 Cara Merawat Kulit Wajah Ala Tay Tawan, Aktor Ganteng Thailand

“Ya Allah, bersihkanlah aku dari segala kesalahan-kesalahanku dengan air, cairan es, dan embun.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Adapun cairan selain air, seperti: Minyak, larutan cuka, bensin, dan yang lainnya, maka tidak boleh digunakan untuk bersuci.

2. Air Yang Terkena Najis

Air yang terkena najis dapat dibagi keadaannya menjadi dua bagian:

Pertama: Apabila najis tersebut mengubah salah satu dari 3 sifat air [bau, warna, atau rasanya], maka secara ijmak air ini dikategorikan najis dan tidak boleh digunakan untuk bersuci dan menghilangkan najis.

Dalam hal ini banyak dan sedikitnya volume air sama saja hukumnya, karena telah
mengalami perubahan pada salah satu sifatnya atau lebih.

Kedua: Jika air yang terkena najis tidak mengalami perubahan sama sekali, maka dalam kondisi ini banyak dan sedikitnya air mempunyai pengaruh. Jika volume air yang terkena najis itu sedikit, maka iadikategorikan najis. Jika volumenya banyak, maka ia dikategorikan suci dan boleh digunakan untuk bersuci.

Adapun batas minimal air disebut sebagai air banyak adalah “dua qullah” [kurang lebih 160,5 liter]. Jika volumenya mencapai dua qullah atau lebih, maka air itu dikategorikan air
yang banyak. Dan jika kurang dari dua qullah, maka dikategorikan sedikit.

Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam bersabda:

“Jika air mencapai dua qullah, maka ia tidak berubah menjadi najis.” [HR. Abu Daud, shahih].

3. Air Yang Bercampur Dengan Benda Suci Lainnya

Jika air bercampur dengan benda suci lainnya, seperti daun-daunan, lumut, cairan sabun, dan yang lainnya, maka perlu dilihat; jika benda-benda tersebut tidak dominan atau lebih banyak daripada kadar air, maka air tersebut tetap di kategorikan suci dan boleh digunakan untuk bersuci. Karena pada dasarnya, meskipun air tersebut telah bercampur dengan
benda suci lainnya, tetaplah ia dinamakan air.

4. Hukum Air Musta’mal

Air musta’mal adalah air yang terjatuh [tersisa] dari tubuh orang yang berwudhu atau mandi.

Menurut pendapat yang kuat, air musta’mal dikategorikan suci serta dapat digunakan untuk bersuci dan menghilangkan najis selama salah satu dari ketiga sifat asal air tidak mengalami perubahan. Sandaran pendapat ini adalah beberapa riwayat hadits berikut:

“Saat Nabi shallallahu ’alaihi wasallam berwudhu, maka para sahabat hampir-hampir bertengkar memperebutkan sisa air wudhu beliau.” [HR. Bukhari].

Dalam sebuah hadits sahabat Jabir radhiyallahu ’anhu berkata:

“Ketika aku sakit, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam berjalan menjengukku bersama Abu Bakar. Lalu beliau mendapatiku dalam keadaan pingsan, maka beliau berwudhu dan menumpahkan sisa wudhu beliau ke badanku, seketika aku langsung tersadar.” [HR.
Bukhari dan Muslim].

Dan perlu diketahui bahwa sejak dahulu Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, para sahabat, dan istri-istri beliau berwudhu dan mandi dari air yang tersimpan dalam sebuah bejana atau sejenisnya. Dan dapat dipastikan bahwa percikan-percikan sisa air wudhu dan mandi mereka kembali masuk ke dalam bejana-bejana tersebut.

5. Air Sisa Minuman

Air sisa minuman dapat dibagi menjadi beberapa bagian:

Pertama: Air yang tersisa dari bekas minum seseorang baik ia muslim atau non muslim adalah suci dan dapat dipakai untuk bersuci. Begitu juga jika sisa air minum tersebut berasal dari seseorang yang berada dalam kondisi junub atau wanita yang sedang haid atau nifas.

Kedua: Para ulama bersepakat bahwa sisa air minum dari seekor hewan yang dagingnya dapat dimakan adalah suci dan dapat dipergunakan untuk bersuci. Baik ia berupa hewan ternak ataupun yang lainnya.

Ketiga: Jika hewan tersebut dagingnya tidak boleh dimakan selain babi dan anjing, seperti binatang buas dan keledai, maka sisa air minum dari hewan tersebut juga dikategorikan suci menurut pendapat yang kuat, apalagi jika volume airnya banyak.

Tetapi jika sisa airnya sedikit dan salah satu atau lebih dari sifat airnya berubah, maka air tersebut dikategorikan sebagai air yang najis. Adapun sisa air minum yang telah disentuh oleh anjing dan babi, maka ia dikategorikan najis dan tidak boleh digunakan untuk bersuci.

Artikel ini merupakan isi buku dengan judul beribadah sesuai fiqih yang ditulis oleh Indonesian Community Care Centerr. Semoga ilmunya bermanfaat bagi kita semua dan menambah wawasan keilmuan kita.