Kelak Kita Akan Mengingat Hari Ini
- Pexels/João Jesus
Olret – Merebah itu Tidak Buruk
Merebahlah, itu tidak buruk
Namun, jangan terlena
Segeralah bangun, lalu mari bercerita
Aku tahu kamu tidak bisu, dan telingaku siap mendengarmu
Kelak Aku Akan Mengingat Hari Ini
Kelak aku akan mengingat
Ketika ibu menyeretku untuk tetap berlari
Ketika ibu tak melepas tanganku walau sejenak
Kelak aku akan mengingat
Ketika kini aku kehabisan napas
Bagaimana seolah kematian datang berkali-kali
Bagaimana aku seolah tak kuasa bertopang
Kelak aku akan mengingat
Ketika ibu mendorongku untuk terus menanjak
Ketika kakiku kian kebas, ia tetap melangkah
Tak ingin tertinggal, aku pun memaksa napas untuk tetap membuatku hidup
Kelak aku akan mengingat
Hari kesakitanku yang tak seberapa, ternyata
Hari keterkejutan akan semua nyata yang kulihat
Bahwa semua kata yang kudengar hanyalah dongeng pengantar lelap
Bahwa semua yang kudamba adalah racun
Kelak aku akan mengingat semuanya
Dan disaat hari itu datang, aku akan baik-baik saja
Ia Datang dengan Suara Malaikat
Kuperiksa setiap rongga di hatiku, kosong. Ternyata, meski aku kembali menemukannya di sosial media, itu tidak membuatku menoleh.
Aku menelisik lagi, adakah bayangan yang mengisi celah itu? Nihil. Tak ada apa pun di sana.
Pernah suatu hari, orang lain datang dengan suara malaikat dan jubah peri. Ah, agaknya aku sedikit silau. Suaranya mengandung candu untuk didengar lagi dan lagi. Terlebih saat aku merasa jatuh dan patah. Suara itu seakan mampu menghidupkan kembali ragaku yang layu dan jiwaku yang koyak.
Ya, aku menghidu aroma kasih dan meramu harap untuk bertemu. Dua puluh dua hari kurasa cukup untuk membuatku terlena. Tiga pekan ia menyuapiku ketenangan. Berharap ia dan hanya ia adalah jawaban dari semua keputus asaanku di tahun 2017.
Sebelum kenyataan membuatku membuka mata. Sebelum aku menyadari apa yang kuinginkan, kini ia kembali lepas saat nyaris tergengggam. Nyaris. Selalu saja hampir.