Kisah Nyata (Part 5): Angkernya Jalur Dukuh Liwung Gunung Slamet

Gunung Slamet
Sumber :
  • instagram

Namun sebelum turun, kami kembali teringat tentang kemenyan itu. Bisik-bisik diantara kami, dan lewat pandangan mata yang seolah saling bertanya, bagaimana nasib kemenyan itu. “Itu bagaimana?”. Tanya ku pelan, Fahmi menoleh ke yang lain. Panji kembali menoleh ke Pak Sakri. Syukurlah Pak Sakri seolah mengerti gelagat kami, bahwa kami berat melakukannya. “Yaudah kalian Sholat kan? Dirumah sholat juga kan?” Tanya nya. “Iya Pak sholat dong Pak, Insya Allah.” Jawab kami bangga.

Part 3 : Teror Pasangan Pendaki Mistis di Gunung Ciremai

“Yaudah sini, saya pegang saja kemenyan nya, ga usah dibakar, berdoa saja, mohon perlindungan Allah, supaya sehat selamat sampai dirumah.” “Aaamiinn..” Aaahhh..Lega rasanya mendengar perkataan Pak Sakri tersebut, akhirnya kami tidak perlu melakukan ritual yang bertentangan dengan ajaran Agama kami itu. Kini kemenyan itu sudah berpindah tangan, dari tangan kami ke tangan Pak Sakri.

Akhirnya dibawah redupnya sinar matahari, kami memulai perjalanan turun. Kami berjalan satu persatu, Usep, Asep kembali di depan, disambung Widi, Saya, Fahmi, Bang Epss, Panji dan Pak Sakri sebagai Sweeper. Awal perjalanan dari Pos 5 ternyata tidak berjalan lancar, kaki saya sedikit cedera akibat turun dari puncak tadi, sepatu jebol mengakibatkan hampir keseluruhan jari kaki saya berdenyut hebat.

Jangan Terbebani Dengan Segala Cacian, Tapi Jadikan Pecutan Agar Kamu Lebih Semangat Berjuang

Sakittt.. sekali rasanya ketika dipakai berjalan dan bersentuhan dengan ujung sepatu. Untung lah saya bersama suami dipendakian ini, Fahmi harus rela bersabar menunggu saya yang berjalan amat perlahan, sedangkan yang lain, sudah lebih dulu menunggu di depan.

“Ga apapa, jalan duluan aja, seru kami!”. Saya masih berusaha berjalan sambil menahan sakit, namun karena ujung-ujung jari ini sepertinya bengkak maka akhirnya saya memutuskan untuk melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal.

Part 2 : Teror Pasangan Pendaki Mistis di Gunung Ciremai

Usai memakai sandal, dengan tetap mengenakan kaos kaki, kini saya bisa kembali berjalan dengan lancar. Kini posisi saya di depan, paling depan, diikuti oleh Widi, Usep, Asep, Panji, Bang Epss, Fahmi dan Pak Sakri. Setengah berlari saya menuruni jalur ini dengan cepat, bahkan cukup cepat untuk membuat mereka yang dibelakang berlari sampai ngos-ngosan.

“Stop, jangan cepet-cepat napa Na, ngacir baee!!” Seru Panji. “tau nih, mentang-mentang kaki udah kagak sakit.” Sambung Bang Epps. Baiklah saya menghentikan langkah, tapi dengan saya ngebut tadi itu membuat kami tidak terasa sudah sampai di Pos 3. Waktu masih sore, langit belum gelap, kami sepertinya bisa sampai basecamp sebelum jam 8 malam.

Halaman Selanjutnya
img_title