Kisah Nyata (Part 5): Angkernya Jalur Dukuh Liwung Gunung Slamet

Gunung Slamet
Sumber :
  • instagram

Setelah kurang lebih satu jam kami berada disini, kini kami harus segera turun, karena asap belerang dari kawah gunung ini sewaktu-waktu dapat meracuni kami. Dengan tenaga yang tersisa, kaki-kaki ini mulai melangkah turun, tak lebih mudah dari perjalan naik tadi. Kami harus kembali menghadapi hamparan pasir berbatu yang kini dapat membuat kami tergelincir jika tidak hati-hati.

Jika Merasa Lelah dan Putus Asa, Teruslah Berjuang dan Berdoa Kepada Allah

Kami memilih berseluncur diawal langkah menuruni puncak gunung ini, lalu dilanjutkan dengan melangkah perlahan. Sakit pada kaki tak bisa dihindarkan lagi, karena kami harus menahan bobot tubuh kami disetiap langkah yang kami ambil agar tidak merosot terlalu jauh. Perlahan namun pasti, kami akhirnya tiba di pos 5 tempat kami mendirikan tenda.

“Alhamdulilllaahh..” Ucap kami seraya berjalan dengan tubuh yang tengah gontai kehabisan tenaga. Teriknya matahari membuat lelah kami berlipat ganda, namun tak membuat kami hilang semangat. Waktu menunjukkan pukul 11 siang, tentu saja perut kami sudah keroncongan. Untunglah ada Widi yang sudah siap menyambut kami dengan hidangan makan siang.

Ubah Kata Lelah Menjadi Lillah Agar Setiap Pekerjaanmu Menjadi Berkah

“Haii gaess!!!..gimana-gimana?’’ Seru Widi antusias menyambut kedatangan kami. Dari suaranya saya tau, bahwa dirinya pun berharap jadi bagian dari pendakian puncak tadi. “Ayo-ayo, istirahat dulu.” Sambungnya seraya mempersilahkan kami duduk dibawah flysheet di depan tenda. Setelah mengambil nafas, sedikit merebahkan diri dan meluruskan kaki, melepas alas kaki yang seakan kini penuh duri, dan setelah membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel, kami langsung menyantap hidangan makan siang yang sudah memanggil-manggil sejak tadi.

Telor dadar, Bakwan dan Mie Goreng menu makan siang kami hari ini. Sambil makan Widi bercerita bahwa sepeninggal kami tadi, ada pendaki lain yang datang, dan mengira Widi adalah tukang bakwan. Dengan sedikit kesal Widi berkata “Iya, masa gua dikira tukang bakwan, gara-gara pas mereka sampe, gua lagi goreng bakwan, udah langsung pada bilang enak nih, beli-beli, gitu.” Ucapnya. Hahaha..lucu, mungkin karena Widi bersama Pak Sakri makanya disangka mereka, Widi adalah penduduk asli desa ini. Sudah tidak bisa ikut naik ke puncak, eh disangka jualan bakwan hihi.

Kisah Nyata : Menantang Penghuni Dunia Lain Sumbing, Ngeri.

Singkat cerita, sambil menikmati makan siang kami saling bercerita tentang pengalaman diatas puncak tadi. Kami tidak terlalu gamblang menceritakannya, karena Widi pasti iri mendengarnya, biarlah nanti kami ceritakan semua setelah turun dari sini. Selesai makan, kami segera berkemas, waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang. Tapi kini cuaca tidak terlalu panas, akan turun hujan sepertinya.

Tenda dilipat, nesting dikemas, sepatu kembali dipakai, semua telah siap, kini saatnya kami turun dari gunung ini, menapaki jalur yang sama yang kami lalui ketika awal pendakian ini.

Halaman Selanjutnya
img_title