Bertemu Dengan Dewi, Pendaki Wanita Serba Pucat di Gunung Arjuno
- Youtube
Olret – Gunung Arjuno merupakan salah satu gunung paling indah di Jawa Timur. Untuk menggapainya di butuhkan tenaga yang ekstra dan berhari-hari karena memang jalur pendakiannya yang panjang.
Meski memang tidak se esktrim gunung sindoro dan gunung sumbing di Jawa Tengah. Gunung Arjuno juga terkenal dengan kemistisannya karena masih sering di ajeni dan tentu saja masih banyak yang menjadikannya sebagai tempat mencari wangsit.
Banyak cerita pendaki yang mengalami kisah mistis pendakian di Gunung Arjuno, hal ini sangat wajar karena gunung terkenal dengan angkernya juga. Seperti yang diceritakan oleh Luthvidhi Setiawan melalui laman facebooknya. Berikut cerita selengkapnya.
****
Berawal dari liburan semester, kami satu kelompok ada aku Nia (nama samaran), Maya, Fajar, Agus, Herman, dan Aldi, mereka adalah remaja yang gemar melakukan kegiatan pendakian, kecuali aku, aku masih awam dalam hal pendakian. Pendakian kali ini adalah pendakian kedua bagiku setelah sebelumnya aku mendaki ke gunung Penanggungan yang tingginya mencapai kurang lebih 1500 mdpl.
Hari Jumat pagi kami berkumpul di kosan Fajar untuk membahas dan mempersiapkan pendakian keesokan harinya, dari menentukan jalur hingga menyewa peralatan yang belum lengkap.
Setelah lama kami berdiskusi akhirnya kami putuskan untuk mendaki ke Gunung Arjuno via jalur Purwosari dan turun via jalur Lawang. Karena kata Fajar, kalau mendaki via Purwosari melihat banyaknya peninggalan Majapahit di masa lampau.
Katanya Mendaki Dengan Jumlah Ganjil Itu Pantangan, Mungkin Ini Salah Satu Pertanda Bahwa Pendakian Kali Ini Menyimpan Kisah Misteri.
Singkat cerita, karena hari sudah mulai sore kami pun pulang kerumah masing-masing dan malam harinya aku browsing di internet mencari artikel yang membahas tentang pantangan di Gunung Arjuno dan aku menemukan salah satu artikel yaitu dilarang mendaki dengan jumlah ganjil.
Singkat cerita, ke’esokan harinya kami berkumpul di kampus dan berencana berangkat bareng dari kampus dengan menaiki kendaraan umum.
Pada s’aat kami berkumpul di kampus aku mendapat telepon dari Agus dan memberi kabar bahwa hari itu Agus tidak bisa ikut mendaki karena ada keperluan yang benar-benar mendesak dan tidak bisa ditinggalkan.
Aku memberitahu Fajar tentang itu, dan Fajar sedikit kesal mendengarnya, hingga akhirnya Fajar memutuskan untuk berangkat berlima. Mengingat artikel yang aku baca semalam, bahwa mendaki ke Gunung Arjuno tidak boleh ganjil, akupun bilang kepada Fajar,
"Jar apa gak sebaiknya ditunda aja pendakiannya"
"Memang kenapa ditunda?", jawab Fajar dengan sedikit kesal
Aku sedikit bingung menjawabnya dan enggan jujur karena takut dibilang penakut.
"Kan nggak enak sama Agus, lagian kita kan berlima emang nggak gak papa ganjil?"
"Enggak, kita tetap harus berangkat hari ini juga kita sudah terlanjur menyewa peralatan lo, lagian kamu aja percaya sama hal gituan", jawab Fajar yang masih kesal.
Mendengar perkataan Fajar itu kami pun menurut dan berangkat hari itu juga. Sehabis dzuhur kami berangkat dari Surabaya menuju pos pendaftaran Gunung Arjuno via Purwosari dengan angkutan umum.
Kami sampai di basecamp pada pukul 2 siang. Kemudian Fajar mengurus pendaftaran, setelah selesai kami beristirahat sejenak untuk melepas lelah sa'at perjalanan tadi. Kurang lebih 30 menit kami istirahat kami memulai perjalanan dan tak lupa berdoa.
Hutan Pinus Disekiling Membuat Perjalanan Ini Begitu Santai dan Asyik, Sebelum Akhirnya Kami Melihat Sesosok Pendaki Wanita Sendirian Berpakaian Hitam Putih.
Berjalan santai, waktu itu jalannya masih lumayan landai dan dikelilingi pohon pinus. Di pohon pinus itu tiba-tiba aku merasa cemas, aku seperti merasakan ada hawa negatif di sekitar situ, dalam hatiku, “ah mungkin ini hanya perasa’anku aja gara-gara aku baca artikel semalam”.
Aku terus berjalan dan berdekatan dengan Maya hingga sampailah kami di Pos 1, disitu terdapat sebuah Pondok dan semacam bangunan yang berbentuk naga. Kami pun istirahat sebentar di situ karena waktu itu aku merasa sedikit kelelahan.
Lalu dari bawah aku melihat ada 1 orang pendaki wanita yang sedang naik, wanita itu mengenakan kemeja hitam putih dan memakai ransel berwarna hijau pupus.
Ketika wanita itu berjalan melewati pos 1 wanita itu sempat tersenyum kepadaku, seakan dia sedang menyapaku dan akupun membalasnya dengan senyum, tapi anehnya teman-temanku tidak ada yang merespon, bahkan melihatpun tidak, mereka malah asyik mengobrol satu sama lain.
Kemudian Fajar mengajak untuk segera melanjutkan perjalanan karena mengingat waktu sudah semakin sore. Ketika kami mulai beranjak berdiri aku bilang pada teman-temanku.
"Ayo kita susul satu orang tadi sekalian kita ajak bareng berjalan".
Mendengar perkata’anku itu teman-temanku terlihat heran, kemudian Maya bertanya padaku,
"Orang yang mana mbak Nia?"
"Mbak mbaknya yang tadi naik sendirian", jawabku sambil menunjuk kearah jalur pendakian.
"Loh, memangnya tadi ada orang toh?", tanya Maya kepadaku.
"Ada tadi, kalian sih pada sibuk ngobrol", jawabku sambil meyakinkan teman-temanku.
Lalu kami lanjut berjalan dan sedikit mempercepat jalannya agar bertemu dengan pendaki wanita yang kuceritakan itu. Jauh berjalan, kami tidak juga menemukan dan melihat pendaki wanita tadi hingga sampailah kami di pos 2. Setelah sampai di pos 2 Fajar bertanya kepadaku,
"Mana Nia gak ada orang sama sekali gini kok"
"Kok cepet banget ya jalannya, padahal tadi belum lama dia jalan trus kita juga jalan", jawabku dengan heran.
Dalam hati aku berkata, “apa mungkin dia udah jalan jauh di depan?”.
Di pos 2 kami tidak istirahat lama, kurang lebih hanya 10 menit, lalu kami lanjut berjalan menuju ke pos 3 yang jaraknya tidak terlalu jauh. Kurang lebih 15 menit berjalan lalu kami sampai di pos 3.
Eyang Sakri, Siapakah Dia Sampai Namanya Diabadikan Sebagai Nama Bangunan di Pos 3 Gunung Arjuno?
Di pos 3 aku melihat ada sebuah bangunan, yang bertuliskan Eyang Sakri. Karena hari sudah mulai petang kami memutuskan untuk beristirahat sebentar sambil memakan cemilan.
Ketika mereka sedang asyik makan cemilan tiba-tiba kami dikejutkan oleh pendaki wanita yang tadi aku temui di pos 1, wanita itu terlihat berjalan dari bawah dan baru sampai di pos 3 tempat kami beristirahat.
Melihat itu aku sangat terheran, “padahal tadi dicari gak ada, eh tiba-tiba sekarang baru sampai di pos 3". Lalu kami menyapa wanita itu dan mengajaknya bergabung dan wanita itu menerima tawaran kami, kemudian dia duduk di sebelahku. Fajar bertanya pada wanita itu,
"Sendirian aja mbak?"
"Iya mas", jawab wanita itu.
"Kok berani"?, tanya Fajar.
"Rumahku dekat sini kok mas, jadi terbiasa" jawab wanita itu.
"Namanya siapa mbak kita kenalan dulu biar akrab?", tanya Fajar lagi.
"Dewi", jawab wanita itu dengan singkat dan padat.
Lalu aku memotong pembicaraan mereka,
"Mbak yang tadi ketemu di pos 1 kan?"
"Iya mungkin mbak, saya lupa", jawab wanita itu dengan nada dingin.
Lalu Fajar memotong pembicara’an kami berdua,
"Ooh jadi mbak ini yang tadi mbak Nia lihat"
Wanita itu hanya tersenyum.
Tepat jam 6 malam kami melanjutkan perjalanan, dan wanita itu ikut berjalan bersama kami. Di dalam perjalanan aku merasakan bahwa ada yang tidak beres dengan pendaki wanita itu, karena dari gerak geriknya sudah berbeda, dia memilih berjalan di posisi belakang. Tapi aku tidak mau berprasangka buruk, dan tetap berusaha berfikir jernih.
Setelah kurang lebih 1 jam kami berjalan sampailah kami di pos 4, yang dinamakan Eyang Semar.
Melihat jarak dari pos 4 ke pos 5 tidak terlalu jauh Fajar memutuskan untuk tidak break terlalu lama, jadi kami hanya sekedar minum. Lanjut berjalan ke pos 5, aku berjalan di tengah-tengah bersampingan dengan Maya.
Lalu tiba-tiba aku mencium bau yang sangat wangi, seperti bunga melati. Karena mencium bau wangi itu sontak langkah kakiku terhenti dan spontan aku menoleh ke’arah Dewi, karena bau wangi itu bersumber tepat dari arah dia berdiri. Kemudian aku berkata,
"Eh bau apa ini wangi banget?"
Jalan teman-temanku pun ikut terhenti dan Maya yang berada di sebelahku bertanya balik,
"Bau apa mbak Nia?".
Setelah pertanya’an Maya itu bau wangi yang kucium seketika menghilang. Aku menoleh kearah Dewi, disitu Dewi hanya diam dan menatap kebawah. Lalu Fajar memintaku untuk melupakan dan melanjutkan perjalanan.