Emang Boleh Hak Orang Kaya dan Miskin Dibedakan?
- Pixabay
Sedangkan bagi orang miskin, karena mengalami keterbatasan ekonomi yang tidak mampu membayar biaya rumah, maka pasti akan ditempatkan pada porsi ruangan kelas bawah yang sempit dan rentang dengan penyebaran virus serta penyakit menular.
Nah, mengapa demikian? Dari situ tidak melihat lagi penyakit apa yang sedang diderita, melainkan seberapa besar kemampuan untuk membayar biaya perawatan. Akhirnya, kesehatan dapat menjadi barang dagangan di mana hanya orang yang memiliki uanglah mampu membelinya, sedangkan masyarakat kecil tetap akan menjadi korban karena faktor ekonomi.
Namun, muncul pertanyaan di mana peranan pemerintah sebagai lembaga yang mempunyai legalitas tertinggi dalam mewujudkan kesejahteraan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bukankah dengan adanya Kartu Indonesia Sehat/Jaminan Kesehatan diperuntukan bagi masyarakat tidak mampu untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis? Jawaban bisa saya katakan iya atau tidak.
Lihat saja, meskipun program tersebut telah disediakan pemerintah tetapi sering saja terjadi salah sasaran, sepatutnya hanya masyarakat miskinlah yang berhak mendapatkannya supaya hal serupa mampu juga dirasakan seperti orang kaya, justru banyak juga dimanfaatkan oleh mafia pengeruk laba.
Akhirnya banyak terjadi praktek-praktek kapitalistik dalam pelayanan terhadap masyarakat meskipun sudah membawa Kartu Jaminan Sosial, mereka tetap tidak diperlakukan sama halnya orang-orang yang mampu secara ekonomi hanya karena mereka dapat membayarnya mahal-mahal.
Hal lain serupa dalam pandangan Amartya Sen pemikir dari India dalam konsepnya mengenai kemiskinan. Menurutnya, kemiskinan dalam masyarakat terjadi karena tidak adanya peluang yang sama antara golongan masyarakat atas dengan masyarakat bawah.