Poligami Memang Sunnah, Tapi Bukan Berarti Harus Menelantarkan Anak dan Istrimu

Poligami Memang Sunnah
Sumber :
  • u-repot

Olret – Tok. Tok. Tok. Suara ketukan pintu membangunkanku yang tak sengaja tertidur di ruang tamu. Kutatap jam dinding, pukul 10.00 pagi. Rumah memang masih dalam keadaan sepi, kedua anak lelakiku bersekolah, sedang suami berada di kantornya.

7 Tanda Perempuan Tulus yang Patut Diperjuangkan, yuk Simak!

“Assalamualaikum … Bu Maryam,” terdengar suara perempuan yang tak asing. Segera aku bangkit dari sofa, merenggangkan tubuh, membenarkan jilbab dan daster yang aku pakai, dan berjalan membuka pintu rumah.

Bu Inggit, wanita cantik dengan perut membuncit besar, tersenyum hangat saat melihatku. Wanita yang selalu menggunakan pakaian syar’I itu adalah tetangga yang tinggal cukup jauh dari rumah, sekaligus teman pengajian setiap pekan. Dia juga penjual daster keliling yang ada perumahan kami.

5 Ide Pre-wedding No Ribet dan Kasual. Tak Perlu Pakai Busana Heboh dan Mahal

“Wa’alaikum salam warohmatullohi wabarakatuh … Eh, Bu Inggit, ayo silahkan masuk Bu … Maaf saya tadi ketiduran,” jawabku sembari tersenyum kepadanya.

Dengan langkah tertatih karena kehamilan yang sudah cukup besar, Bu Inggit berjalan menuju kursi dengan menenteng sebuah tas berisi beberapa daster pesanan di tangan kanan dan menggandeng Yusuf putra nya yang berumur 4 tahun di tangan kiri. Segera aku ikut membantu, dengan membawa tas besar miliknya, meskipun awalnya sempat ditolak secara halus.

4 Zodiak yang Memperkenalkan Hewan Peliharaan kepada Anaknya dengan Cara yang Luar Biasa

Poligami Memang Sunnah

Photo :
  • u-repot

“Naik apa Bu tadi kesini? Kok tidak kedengaran suara motor seperti biasanya,” tanyaku segera mengambilkan dua gelas jus jeruk untuk Bu inggit dan Yusuf putranya. Terlihat raut lelah di wajah ibu 3 dan akan 4 orang anak itu. Bulir keringat nampak jelas di dahi dan tangannya. Bahkan tubuhnya sedikit gemetaran, mungkin karena siang ini, terik matahari terasa sangat panas.

“Jalan kaki Bu …,” jawab Bu Inggit perlahan. Sontak saja, membuatku kaget, karena tahu jarak rumah Bu Inggit dan rumahku terlalu jauh, setidaknya 3 blok harus di lewati untuk sampai kesini.

“Lho biasanya kan pakai motor Bu?” tanyaku lagi, sembari meletakkan gelas di atas meja. Yusuf, anak lelaki tampan itu segera meraih gelasnya, setelah mengucapkan terimakasih. Dia terlihat sangat haus dan langsung menghabiskan setengah gelas jusnya.

Dengan perlahan dan wajah tak yakin Bu Inggit menceritakan bahwa motor matic jualannya, terpaksa dipakai suaminya untuk mengantar Linda, istri kedua yang sedang hamil muda, agar bisa kontrol di rumah bidan yang ada di kota. Motor Pak Isman, suaminya, kemarin masuk bengkel karena mogok.

Sungguh geram rasanya saat mendengar penuturan Bu Inggit. Padahal motor matic itu, adalah bantuan dari ibu ibu pengajian untuk mempermudah usaha Ibu Inggit berjualan daster keliling. Sekarang, justru dipakai suaminya untuk mengurusi istri muda, padahal istri pertamanya harus banting tulang mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Beberapa bulan yang lalu, Ibu Ibu pengajian di perumahan ini memang heboh saat tersiar kabar bahwa suami Bu Inggit menikah lagi secara diam diam. Untung saja, Ibu Inggit tidak terpancing emosi yang justru akan membahayakan dirinya dan janin 4 bulan dalam perutnya. Dia menyelesaikan masalah rumah tangganya dengan musyawarah dibantu pak Rt dan beberapa Ibu pengajian lainnya. Akhirnya dengan sangat berat hati, Ibu Inggit menerima pernikahan siri suaminya, karena keadaan hamil sekaligus ada 3 orang anak yang harus dinafkahi. Pak Isman pun berjanji dihadapan seluruh warga akan bersikap adil pada istri dan anak anaknya.

Namun, seadil adilnya laki laki itu, tentu saja penghasilannya yang sudah minim dan masih harus dibagi dua, tidak akan mencukupi untuk kebutuhan istri pertama dan ketiga anaknya. Belum lagi untuk biaya persalinan Bu inggit, ditambah istri mudanya juga ikut hamil. Sehingga untuk menutupi kekurangan, Ibu Inggit mencari tambahan biaya dengan menjual daster keliling perumahan. Ibu Ibu teman pengajian pun berinisiatif untuk membantu, dengan mengumpulkan dana untuk membeli motor bekas agar mempermudah Ibu Inggit berjualan.

Ibu Inggit hanya menundukkan kepala seperti merasa bersalah dan tak enak hati setelah menjelaskan perihal motornya. Meskipun sedikit kecewa, aku berusaha menenangkan wanita yang begitu tegar dan kuat di hadapanku ini.

“Tidak apa-apa Bu … Oya, daster pesenan saya boleh saya lihat,” ucapku sembari mengalihkan pembicaraan.

Dengan bersemangat, ibu Inggit segera mengambil tas dan memperlihatkan daster bewarna maroon yang sudah  kupesan beberapa hari yang lalu. Setelah membayar, dengan hati hati dan tak menyinggung perasaanya, aku berusaha menawarkan diri pada Bu Inggit dan Yusuf untuk membantu mengantarkan pesanan daster lainnya. Syukurlah dia tidak keberatan, bahkan terpancar raut bahagia di wajah lelahnya.

Dalam hati, aku selalu berdoa, semoga keberkahan dan rezeki selalu menghampiri wanita hebat dan tegar seperti Ibu Inggit dan ketiga anaknya. Dan semoga, suami seperti Pak Isman segera tersadarkan, bahwa jangan melalaikan yang wajib yaitu memenuhi kebutuhan nafkah istri dan anak anaknya terlebih dahulu, daripada yang sunnah seperti poligami.