Pengabdian Tanpa Batas Diana Cristiana Dacosta Ati di Bumi Cenderawasih
- istimewa
Olret – Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah, bahkan banyak guru khususnya yang masih honorer memiliki penghasilan jauh di bawah standar. Kini honorer memang sudah tidak ada dan digantikan dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Namun jauh sebelum itu, kisah viral para guru yang membuat miris karena gaji yang diterima sungguh tak masuk akal. Kadang saya berpikir, apakah dengan uang 250 ribu-800 ribu rupiah bisa untuk hidup. Namun yang pasti, seorang guru tetap memiliki alasan untuk bekerja seperti yang dia inginkan.
Lantas bagaimana nasib seorang guru yang mengajar di pedalaman?
Sebenarnya jika mengajar di pedalaman pasti memiliki pengalaman yang tak bisa dinilai dengan rupiah. Namun apakah kamu yakin bisa hidup disana dengan sumber daya manusia yang mungkin jauh dari kota-kota besar.
Hal inilah yang dibuktikan oleh Diana Cristiana Dacosta, seorang guru yang mengajar di daerah pedalaman papua.
Bukan hal yang mudah, namun semua berawal dari dirinya yang mendaftar menjadi seorang Guru Penggerak Daaerah Terpencil di Kampung Atti pada tahun 2018 silam. Hal inilah yang membawanya untuk menjadi tenaga pendidik di SD Negeri Atti Kabupaten Mappi, Papua Selatan.
Sebagai informasi, kampung ini memang tak ramai dan hanya diduduki sekitar 200 kepala keluarga. Tapi sayangnya, disana akses pendidikan pun tak layak dan bahkan anak-anak juga lebih sering membantu orang tua mereka mencari makan di hutan belantara.
Tak banyak pilihan bagi anak, karena memang keadaan ekonomi dan akses yang terbatas membuat mereka harus menerima keadaan tersebut dengan terpaksa.
Kelas 6 Belum Bisa Membaca, Kok Bisa Naik Kelas?
Indonesia itu memang unik dan beragam, ketika di kota-kota besar akses pendidikan yang layak dan menjamur penuh. Bahkan kualitas pendidikannya sangat baik dan banyak juga berbasis internasional.
Berbeda halnya dengan kota-kota kecil, meski pendidikan disana tak sebagus kota besar, namun mereka tetap memiliki pendidikan yang baik karena masih ada pemerintahan yang mengurus dengan baik. Lantas bagaimana dengan sekolah di daerah tertinggal seperti SD Negeri Atti.
Menurut pengakuan dan kisah dari Diana Cristiana Dacosta Ati, peroses belajar-mengajar di SD tersebut sudah lama berhenti sebelum dia masuk. Hal ini karena guru dari luar jarang datang.
Yang paling mengejutkan adalah siswa kelas 6 belum bisa membaca. Hal ini juga didukung dengan beberapa bukti seperti ruangan kelas yang serba terbatas yang membuat siswa duduk di lantai dan tidak adanya tenaga pengajar.
Dia pun melanjutkan kisahnya bahwa dia dan rekan-rekan kerjanya hanya fokus mengajarkan baca-tulis, berhitung dan nasionalisme. Beruntungnya, usahanya pun mulai menunjukkan hasil dengan bukti bahwa siswa-siswa tersebut mulai ada kemajuan dan bisa membaca dan menulis.
Diana pun mengingat kembali masa-masa awal saat dia menginjakkan kaki disana. Dia pun menuturkan bahwa kali pertama dia mengajar di SD Negeri Atti, dia pun memiliki anak didik sebanyak 65 orang.
Hasil dari pengabdian menjadi guru di daerah pedalaman papua.
Berkat ketulusannya dalam mengajar dan memberikan pendidikan yang layak bagi para siswa di pedalaman papua. Kini nama Diana Cristiana Dacosta Ati harum di bidang pendidikan.
Dan hal ini juga membuatnya meraih Penghargaan Penerima SATU Indonesia Awards 2023 dan pada tanggal 28 Oktober 2024, ia akan mengikuti SATU Indonesia National Gathering 2024 di Jakarta selama kurang lebih 4 hari dari tanggal 28 sampai 31 Oktober 2024.
Bagaimana menurut kamu? Kamu juga ingin menjadi diana-diana selanjutnya?