Pertemuan dan Perpisahan Selalu Datang Beriringan, Semoga Kita Bisa Menerimanya
- Pexels/Felix Büsselmann
Olret – Pertemuan kita tentu telah menjadi takdir Yang Maha Kuasa. Dengan caranya yang tak pernah terduga, dengan kesan yang tak pernah jua terpikirkan sebelumnya.
Pertemuan yang rasanya tak akan pernah terjadi tanpa adanya campur tangan semesta dengan caranya yang apik tak terkira. Karena tentu, rasanya garis temu yang menghubungkan kita terlihat terlalu samar. Di balik jutaan manusia yang ada. Tuhan ijinkan kita untuk bertemu satu dengan lainnya.
Mengingatnya, membuatku terasa kembali ke masa itu. Saat-saat dimana ponselku berbunyi di sore hari, dan setelahnya pesanmu seperti candu yang sering kali ku tunggu.
Bahkan pernah sekali, kamu menghubungiku di tengah malam saat jam kerja. Kita sempat bercanda, menakuti satu sama lain. Hingga kemudian, pada hari yang ditentukan, kita bertemu satu sama lain. Pertemuan yang menjadi pemula, pada pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Setelah Banyaknya Perpisahan Yang Terjadi, Kini Tuhan Berikan Pertemuan Penuh Arti. Semoga Kali Ini, Menjadi Yang Terakhir Kali
Sebelum bersamamu, entah telah berapa kali aku harus merasakan ditinggal pergi. Perpisahan yang selalu membuatku sempat tak berdaya dan mau tak mau membuatku perlahan harus kembali.
Karena sejatinya, setelah perpisahan yang bertubi-tubi, aku perlu untuk kembali. Melanjutkan hidup dan temukan arti lagi. Walau nyatanya, kembali setelah perpisahan tak pernah mudah dilalui. Rasa-rasanya aku ingin bertanya kepada Tuhan, mengapa aku harus mengalami ini kembali.
Hingga kemudian, saat pertemuan kita terjadi tiba, aku pikir Tuhan telah mempersiapkanku untuk bertemu dengan pilihanNya. Pilihan yang telah lama ku tunggu hadirnya. Pilihan yang menjadi terakhir kalinya.
Yang membuatku kini temukan rumah berpulang. Dengan diri sebagaimana adanya. Yang diterima dengan lapang, yang dicintai dalam segala keadaan. Dengannya kini membuatku kembali berani jatuh cinta lagi.
Kita Kadangkala Lupa. Setiap Pertemuan Selalu Datang Bersama Perpisahan. Entah Bagaimana Perpisahan Itu Tiba, Kita Harus Bersedia Menerima
Aku terlena dalam pertemuan-pertemuan kita. Dalam setiap perjalananya, ku pupuk semua rasa hingga tumbuh subur. Dalam setiap usaha yang dilaksanakan adanya, selalu teriring doa agar kita selalu bersama.
Agar Tuhan berkenan memberikan restunya, menjadikan kita adalah yang terakhir kalinya bagi satu sama lain. Mengizinkan untuk terus bersama hingga hari tua, membangun keluarga, meraih cita bersama-sama.
Aku hanya mampu berusaha semampu yang aku bisa. Menjadi seorang perempuan yang berusaha tak menyusahkanmu disetiap harinya.
Menjadi apa yang bisa membuatmu bangga karena kamu yang memilikiku untuk temanimu melewati hari-hari bersama. Menjadi seseorang yang tak hanya mendengarmu bercerita, tetapi terus ada bagaimanapun keadaannya.
Hingga saat waktunya tiba. Perpisahan itu kini menyapa. Menarikmu begitu kuat. Membuatku kini jatuh memar lebam biru di sekujur tubuh. Membuatku hanya mampu menatapmu kaku.
Yang kini melangkah pergi seakan segalanya kini tanpa arti. Semua cerita yang pernah terjadi bersama, kini seakan hanya menjadi kenangan. Seperti poto hitam putih dalam pigura usang yang kini entah berada dimana. Cerita kita kini hanya menjadi kenangan masa lalu, yang kadang kala tanpa sengaja membuat lara saat segala ingatan itu menyapa.
Melepasmu pergi, memang tak pernah mudah. Ia selalu membuatku ingin menarikmu kembali. Duduk bersama, membicarakan segalanya. Mungkin saja, ada sesuatu yang masih bisa diperbaiki.
Hingga kemudian, mungkin kepergian memang menjadi pilihan terakhir dari sekian banyak usaha yang ada. Karena mungkin saja, perpisahan kali ini membuat kita sama-sama menyadari. Bahwa setelah hilang, seseorang begitu menjadi sangat berarti.