Sejuta Kenang dan Sekotak Hati
- Pexels/Palu Malerba
Olret – Tidak ada orang yang ingin perpisahan dan kehilangan di dunia ini. Namun seringkali, hal menyakitkan ini tidak bisa dihindari.
Jika sudah waktunya, mau tidak mau, ia hanya akan meninggalkan sejuta kenang dan sekotak hati.
Sejuta Kenang dan Sekotak Hati
Tak ingin bulir itu jatuh
Jatuh tepat didepanku
Jangan, jangan lagi
Jika kau tak mampu berbagi luka
Jangan ulangi, jangan lagi
Ketukan itu mengisyaratkan kefanaan
Ia merenggut waktu kita
Disaat kau semakin memberiku adiksimu
Candu yang tak mampu kutolak
Jangan, jangan pergi
Kutahan genggammu dalam manik penuh pinta
Namun saat itu telah tiba
Kau harus menjauh melangkah
Meninggalkan sejuta kenang dan sekotak hati
Baik-baik yang semakin Baik
Aku kembali menemukannya di sosial media. Seperti yang sudah-sudah, seolah tak bersahabat dengan kamera ponsel pintar manapun, ia tak pandai melengkungkan bibir. Baiklah, ada baiknya, siapapun tolong ajari ia mengembangkan senyum.
Sejenak, aku berpikir, mungkin ia sedang memikul beban yang berat? Atau, ia hanya terlalu malas berurusan dengan segerombolan wanita cerewet?
Entahlah.
Aku tidak tau, yang aku tau, ia terlalu masa bodoh dengan segala atribut sosial media. Hal yang kadang menyusahkanku kala itu. Meski aku masih mudah menemukan namanya melalui mesin pencari. Namun, tetap saja, ia terlalu berbeda.
Melihatnya baik-baik saja dan semakin baik membuatku baik. Baik karena keikhlasan. Baik karena merasa bebas. Baik karena melepas. Dan baik-baik lainnya yang hanya aku dan ia yang tau.
Ia orang baik, tentu saja. Walau temperamennya terkadang membuatku kerdil. Namun, aku tau ia begitu baik hingga membuatku berada di titik ini. Dan untuk hari yang tenang karena aku kembali melihatmu di layar gawai, terima kasih.
Terima kasih karena telah mengajarkan.
Tangga Tak Berujung
Dahulu, aku pernah menebak-nebak
Sekedar menerka-nerka tentang cerita di masa depan
Seolah sudah mengerti, kejutan Tuhan bagi mereka-mereka yang tak henti melambungkan asa
Namun kini, aku sadar, aku salah
Lebih daripada itu, mereka yang tak jemu melangkah, sedang menapak tangga tak berujung
Terus menanjak naik
Dan mereka, seakan menarik tanganku
Meyakinkanku untuk kembali menyusun mimpi
Dan aku berharap, bisa menjadi bagian dari mereka
Saling berpegangan erat untuk terus mengangkasa, tetapi tetap membumi
Ingat! Kami makhluk bumi, kan?