Part 3 : Teror Pasangan Pendaki Mistis di Gunung Ciremai

Batu Tatah Gunung Sindoro
Sumber :
  • Viva/Idris Hasibuan

"Kalo dia sampe tau lu bisa liat dia. Lu bakal ditarik keatas pohon, artinya lu ditarik ke alamnya. Dan lu ga bakal bisa balik lagi."

Part 1 : Teror Pasangan Pendaki Mistis di Gunung Ciremai

"I.. I... Iya bang. " Badanku mulai gemetar.

"Yah doa aja makhluk itu ngga muncul. Susah nolong orang yang udah diculik Kalong wewe. Lu harus waspada kalo lu nyium bau khasnya. kalo bau itu muncul, kemunculannya dijamin pasti. "

Part 2 (End) : Bertemu Dengan Dewi, Pendaki Wanita Serba Pucat di Gunung Arjuno

"Bau apa bang? " Tanya ku.

"Bau pandan." 

Bertemu Dengan Dewi, Pendaki Wanita Serba Pucat di Gunung Arjuno

Aku melirik ngeri ke tanjakan yang akan kami lalui. Kabut tebal mengambang diujung tanjakan itu seakan gerbang masuk menuju dunia antah berantah. Orang ini memanggul carriernya dan langsung berjalan.

Sambil mengucap Bismillah aku juga berjalan dibelakangnya. Masuk kedalam kabut. Aura mistis langsung membekapku. Suasana kelewat hening. Tidak ada satu pun suara binatang malam.

Yang terdengar hanya suara langkah kaki dan nafasku yang semakin berat. Tapi kehadiran orang ini sungguh membuat banyak perbedaan dibanding awal jalan tadi di Cibunar. Sekarang aku mulai berani melihat sekeliling. Kegelapan bagai selimut dihutan ini. Pekat dan mencekik. Pohon pohon tinggi dan kurus mencuat di mana-mana. Satu dua bayangan pohon besar raksasa muncul diantara tirai kabut. Dan semak semakin meninggi.

Tiba-tiba orang itu berhenti mendadak. Dia lalu bicara tanpa menoleh ke arahku, "pikiran jangan kosong. Mulai baca-baca." nDari jauh kulihat sesuatu bergerak mendekat dengan cepat. Kabut putih bergulung-gulung menabrak kami . Selama sedetik aku bahkan tak bisa melihat tanganku sendiri. Kabut itu hilang dalam sekejap,diikuti rasa dingin seakan memelukku. Tubuhku mulai menggigil.

Orang itu masih berdiri diam ditempatnya. Aku langsung melihat apa yang membuatnya tak bergerak. Seekor kelabang sebesar paha orang dewasa.

Makhluk itu merayap pelan, melintang menghalangi jalur. Buku-buku badannya hitam mengkilat. Sulur dikepalanya bergerak-gerak liar. Aku diam mematung berharap makhluk itu segera hilang. Alih-alih menjauh, kelabang itu malah merayap mendekat. Sulur dikepalanya baru menyentuh betisku ketika tiba-tiba orang itu mengeluarkan parang dan membelah kelabang itu menjadi dua. Sebelah badannya menggelepar liar di tanah, sementara yang sebelah justru merayap ke pahaku. Aku berteriak sejadinya sambil mengibaskan kaki.

Dengan tak acuh orang itu menarik sisa tubuh kelabang dari tubuhku, dibanting nya ke tanah lalu dibuang ke tengah semak.

Dengan muka sebal dia melirikku dari balik kacamata bundarnya,

Halaman Selanjutnya
img_title