Part 7 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan
- Rekam Nusantara
Dadaku semakin sesak saat terbayang wajah Ibu. Disaat-saat seperti ini rasa bersalahku pada mereka semakin menjadi. Aku tak hanya melanggar larangan mereka, tapi juga berbohong. Lalu sesuatu nampak bergerak di antara tanaman kubis, dengan panik aku menoleh. Tapi semua diam. Apakah hanya angin?
Ku pandangi gundukan tanah memanjang yang dipenuhi tanaman kubis dan terong itu. Daun-daun kubis yang berwarna putih terhampar sejauh mata memandang. Kubis-kubis sebesar kepala manusia tergeletak begitu saja di gundukan tanah itu, siap untuk di panen. Mataku nanar mencari-cari dari mana sumber gerakan tadi, tidak ada. Satu-satunya yang bergerak hanya kabut tipis yang mengular sejengkal di tanah.
Aku menelan ludah, apa yang bergerak barusan tadi?
Dengkuran kembali terdengar dari dalam pondokan, aku semakin ketakutan.
Ya Allah, cepatlah datang teman-teman. Aku memohon dalam hati. Mataku menyisir batas hutan mencari-cari, berharap mereka segera tiba dan mengajakku pergi dari tempat menyeramkan ini.
Aku mengutukki kebodohanku yang tiba-tiba saja berlari dan terpisah dari mereka. Bang Idan pasti sekarang sedang panik mencariku. Ya Allah, maafkan aku Bang Idan, maafkan aku teman-teman.
Lagi-lagi sudut mataku menangkap sesuatu yang bergerak, tapi teringat kalimat Bang Idan untuk mengabaikan saja, aku pun berusaha tak mempedulikan. Mataku was-was mengawasi pintu. Rasanya ada sesuatu yang mengintai di balik pintu kayu itu.